Cek dan Bilyet Giro, Inilah Persamaan dan Perbedaannya
Jika mendengar kata cek, pasti yang terbayang adalah seseorang yang menuliskan sesuatu pada selembar kertas yang berisi nama penerima dan nominal angka. Kemudian orang tersebut memberikannya kepada orang lain untuk bisa ditukarkan dengan uang di bank.
Sementara istilah bilyet giro, meskipun kamu jarang mendengarnya, nyatanya banyak masyarakat yang menggunakannya dalam transaksi perbankan untuk berbagai keperluan.
Secara sederhana, bilyet giro merupakan istilah yang digunakan seorang nasabah bank untuk memberikan perintah pada bank agar memindahbukukan sejumlah uang kepada penerima dana.
Cek dan Bilyet Giro merupakan instrumen pembayaran nontunai di Tanah Air. Berikut ulasan lengkap tentang persamaan dan perbedaan dari cek dan bilyet giro.
Baca Juga: Memahami Definisi Giro dan Perbedaannya dengan Produk Perbankan Lainnya
Pengertian dan Sejarah Cek
Menandatangani Cek (Sumber: usnews.com)
Cek merupakan perintah tertulis dari nasabah pada bank untuk menarik dananya dalam jumlah tertentu atas namanya atau yang ditunjuk. Dengan kata lain, cek menjadi surat perintah tanpa syarat dari nasabah pada bank di mana nasabah tersebut menyimpan uangnya.
Dalam cek tersebut, terdapat nama penerima uang atau pemegang cek. Artinya, jika seseorang memiliki cek yang ditujukan atas nama dirinya, bank harus membayar sejumlah uang sesuai dengan nominal yang disebutkan di dalam cek. Pembayaran uang dari pihak bank kepada pemegang cek bisa berupa uang tunai atau pemindahbukuan uang ke rekening pemegang cek. Pencairan cek bisa dilakukan di bank yang bukan mengeluarkan cek tersebut. Caranya dengan melakukan kliring. Hanya saja prosesnya tidak dapat selesai saat itu juga. Kliring biasanya memakan waktu dua sampai tiga hari.
Pembayaran menggunakan cek pertama kali dilakukan pada zaman Romawi tahun 352 SM. Akan tetapi, baru sekitar tahun 1500 ditemukan bukti nyata pembayaran via cek di Belanda dan kemudian berkembang ke Inggris tahun 1700-an. Sebelum itu, para pedagang muslim sudah terkenal dengan kebiasaannya dalam menggunakan sistem saqq (yang menjadi serapan cheque atau check) pada masa pemerintahan Raja Harun al-Rashid pada era Khalifah Abbasiyah. Mereka merasa lebih aman menggunakan sistem saqq ini daripada membawa uang dalam jumlah besar selama perjalanan dagang.
Jenis-Jenis Cek dan Aturan Penggunaannya
Cek yang kita kenal di Indonesia terbagi dalam lima jenis, yaitu:
-
Cek Atas Nama
Cek Atas Nama adalah cek yang diterbitkan atas nama seseorang atau badan hukum tertentu yang tertulis dengan jelas di dalam cek tersebut. Contohnya, apabila di dalam sebuah cek tertulis perintah “bayarlah kepada saudara Rafi sejumlah Rp5.000.000” atau “bayarlah kepada PT Makmur Jaya senilai Rp25.000.000“ maka cek inilah yang disebut sebagai Cek Atas Nama. Namun, ada catatan bahwa kata-kata seperti “atau pembawa” di belakang nama yang disebutkan harus dicoret.
-
Cek Atas Unjuk
Cek Atas Unjuk merupakan kebalikan dari Cek Atas Nama. Di dalam Cek Atas Unjuk, tidak terdapat nama penerima atau badan hukum yang ditunjuk sehingga siapa saja yang membawa cek tersebut dapat menguangkannya. Contohnya, di dalam cek tersebut hanya tertulis “bayarlah cash atau tunai” atau tidak ditulis kata-kata apa pun.
-
Cek Silang
Cek Silang merupakan cek yang di bagian pojok kiri atas diberi dua tanda silang. Cek Silang atau Cross Cheque ini sengaja diberi tanda silang agar fungsinya berubah dari tunai menjadi nontunai atau pemindahbukuan.
-
Cek Mundur
Cek Mundur merupakan cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal sekarang. Misalnya, hari ini tanggal 3 Januari 2023. Namun, di dalam cek tersebut tertulis tanggal 8 Januari 2023. Jenis yang seperti inilah yang disebut sebagai cek mundur. Hal ini terjadi karena ada kesepakatan antara pemberi dan penerima cek. Yang salah satu sebabnya mungkin belum ada dana pada saat itu.
-
Cek Kosong
Cek Kosong atau blank cheque merupakan cek yang dananya tidak tersedia di dalam rekening giro. Misalnya, Tuan Joko ingin mencairkan cek sejumlah Rp70.000.000. Namun, jumlah uang di dalam rekening gironya hanya Rp50.000.000. Ini berarti ada kekurangan dana sebesar Rp20.000.000 apabila ingin menariknya. Sangat jelas bahwa dana dalam cek jumlahnya kurang dibandingkan dengan jumlah dana yang ada.
Agar cek bisa digunakan untuk transaksi maka cek harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 178. Dilansir dari Bank Indonesia, berikut syarat formal cek:
- Nama "Cek" harus termuat dalam teks.
- Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
- Nama pihak yang harus membayar (tertarik).
- Penunjukan tempat di mana pembayaran harus dilakukan.
- Pernyataan tanggal beserta tempat Cek ditarik.
- Tanda tangan orang yang mengeluarkan Cek (penarik).
Baca Juga: Inilah Perbedaan antara Giro dan Tabungan
Pengertian Bilyet Giro dan Aturan Penggunaannya
Ilustrasi Bilyet Giro (Sumber: bankovnictvionline.cz)
Dilansir dari Bank Indonesia (BI), bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah rekening giro kepada bank yang bersangkutan untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekeningnya ke rekening penerima dana yang disebutkan.
Sistem Giro pertama kali muncul pada masa Kerajaan Ptolemaik Mesir sekitar abad ke-4 SM. Pembayaran giro menjadi sistem pembayaran yang diterima pada awal-awal sistem perbankan di Alexandria, Mesir. Pembayaran menggunakan giro pada masa itu telah umum dilakukan pada sistem perbankan.
Syarat bilyet giro sesuai dengan aturan BI agar bisa digunakan yakni:
- Nama bilyet giro dan nomor bilyet giro yang bersangkutan.
- Nama tertarik.
- Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penarik.
- Nama dan nomor rekening pemegang.
- Nama bank penerima.
- Jumlah dana yang dipindahkan, baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya.
- Tempat dan tanggal penarikan.
- Tanda tangan, nama jelas, dan/atau dilengkapi dengan cap/stempel dengan persyaratan pembukaan rekening.
Dengan terbitnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro, ada sejumlah hal yang patut menjadi perhatian oleh penarik (pemberi bilyet giro), di antaranya:
- Bilyet giro bukanlah surat berharga.
- Penarik (pemberi) harus memenuhi syarat formal bilyet giro.
- Penarik wajib menyediakan dana yang cukup.
- Penarik harus menginformasikan pada bank tertarik kalau bilyet giro akan diblokir.
Berbagai alasan ditolaknya bilyet giro yang perlu diketahui:
- Tidak memenuhi syarat formal.
- Pencantuman tanggal efektif tidak dalam tenggang waktu pengunjukan.
- Terdapat koreksi yang tidak sesuai dengan ketentuan.
- Diunjukkan tidak dalam Tenggang Waktu Efektif.
- Syarat formal diisi orang lain atau bukan penarik.
- Bilyet giro diblokir pembayarannya.
- Tanda tangan tidak sesuai dengan spesimen.
- Bilyet giro diduga palsu atau dimanipulasi.
- Rekening giro penarik telah ditutup.
- Dana yang tersedia tidak cukup.
Persamaan Cek dan Bilyet Giro
Bentuk fisik kedua jenis alat pembayaran ini mirip. Dan keduanya memiliki persamaan sebagai berikut:
- Cek dan bilyet giro sama-sama alat pembayaran giral.
- Cek dan giro memiliki waktu kedaluwarsa yang sama, yaitu 70 hari.
- Keduanya, baik cek maupun giro, dapat dijadikan bahan perhitungan pada lembaga kliring.
- Keduanya merupakan perintah kepada bank untuk melaksanakan mutasi pembayaran pada rekening nasabah.
Perbedaan Cek dan Bilyet Giro
Selain persamaan di atas, cek dan giro memiliki beberapa perbedaan sesuai dengan tujuan penggunaan alat bayar ini.
Cek | Bilyet Giro |
---|---|
|
|
Gunakan Cek dan Giro dengan Benar dan Dapatkan Kemudahannya
Jika digunakan dengan benar, cek dan giro sangat membantu proses pembayaran ataupun transfer. Banyak transaksi bisnis lebih mudah, aman, dan nyaman dengan menggunakan alat bayar ini. Namun, kamu perlu waspada. Kasus yang sering muncul terkait penyimpangan cek dan giro adalah cek atau giro kosong. Artinya, saat cek dan giro akan dicairkan, ternyata saldonya tidak ada. Mencari informasi atau bertanya pada pihak bank akan lebih menjamin keamanan dalam menggunakan alat bayar ini.
Baca Juga: 5 Produk Bank yang Sering Digunakan dan Manfaatnya