Hukum Kartu Kredit Menurut Islam, Apakah Termasuk Riba?
Saat ini, kartu kredit menjadi salah satu alat pembayaran cashless alias non tunai yang cukup efektif serta efisien. Terlebih dengan percepatan peningkatan gaya hidup yang sejalan dengan perkembangan era digital. Kartu kredit dianggap sebagai hal yang cukup relevan penggunaannya saat ini.
Akan tetapi, banyak umat muslim yang bertanya-tanya tentang hukum kartu kredit menurut hukum syariat Islam. Apakah dibolehkan ataukah masih termasuk riba?
Arus digitalisasi yang semakin deras dan perasaan nyaman ketika memakai kartu kredit untuk bertransaksi menjadi salah satu alasan tren penggunaannya meningkat pesat. Ditambah lagi, penggunaan kartu kredit juga dianggap lebih mudah dan efisien bagi penggunanya. Terutama dalam melakukan berbagai transaksi secara online.
Sebab itulah, umat muslim sangat perlu untuk mengetahui bagaimana hukum penggunaan dari fasilitas kartu kredit ini dalam perspektif hukum islam.
Baca juga: Kelebihan Kartu Kredit Syariah dan Perhitungan Tagihannya
Mengenal Kartu Kredit
Kartu Kredit Syariah
Ustadz Kholid Syamhudi menyebutkan dalam tulisannya bahwa sebagian ulama fiqih dunia mengasumsikan istilah kartu kredit dengan sebutan Bithaqah I’timan.
Bithaqah I’timan ini secara Bahasa, diambil dari kata yang disebut Bithaqah. Kata ini memiliki terjemahan ‘sepotong kertas berukuran kecil yang di bagian atasnya tertulis penjelasan terkait potongan kertas yang dimaksud’.
Sementara kata I’timan sendiri berasal dari akar Bahasa Arab. Kata ini diartikan sebagai kondisi yang aman disertai rasa saling percaya.
Dengan begitu, dapat disimpulkan secara Bahasa dari istilah Bithaqah I’timan dalam ranah usaha dimaknai seperti pinjaman yang asalnya dari kepercayaan pada calon peminjam dan juga kejujuran yang ditunjukkannya. Itulah sebabnya, pemberi pinjaman memberikan dana tersebut sebagai bentuk pinjaman yang nantinya akan dibayarkan secara tertunda.
Sementara itu, kartu kredit merupakan kartu yang diterbitkan oleh lembaga perbankan yang dapat dipakai untuk membeli barang maupun jasa tertentu secara berhutang. Ini artinya, kartu kredit adalah sebuah alat pembayaran yang menggantikan uang tunai. Dengan begitu, dapat digunakan untuk ditukar dengan barang maupun jasa yang dibutuhkan di tempat atau toko yang menyediakan pembayaran dengan kartu kredit.
Sedangkan menurut Bank Indonesia, pengertian kartu kredit tertuang dalam sebuah peraturan pada pasal 1 poin 4 no. 10/8/PBI/2008. Dimana secara sederhana kartu kredit diartikan sebagai suatu alat pembayaran yang bisa digunakan untuk membayar segala jenis transaksi dari kegiatan ekonomi.
Di antaranya termasuk transaksi belanja hingga penarikan tunai yang mana kewajiban pembayaran telah dipenuhi lebih dulu oleh penerbit kartu tersebut. Selanjutnya, pemegang kartu wajib melunasi segala kewajiban pembayaran dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama. Baik sekaligus atau charge card maupun dengan cara dicicil per bulan.
Baca juga: 4 Keunggulan Kartu Kredit Syariah yang Wajib Diketahui
Penggunaan Kartu Kredit dalam Perspektif Hukum Islam
Kartu Kredit Syariah
Secara singkat, pada hakikatnya penggunaan kartu kredit mengikat tiga unsur utama, yaitu jaminan, peminjaman dan penjaminan. Hal ini memiliki maksud, bahwa pemilik kartu kredit memperoleh jaminan atas transaksi yang terjadi dari pihak bank sebagai penyelenggara fasilitas kartu kredit.
Menurut Ustadz Kholid Syamhudi, pemegang kartu kredit akan dijamin mendapatkan pinjaman dana untuk setiap transaksinya. Sementara itu, pemegang kartu juga telah menjadikan bank sebagai pihak penjamin dalam melakukan pelunasan semua transaksi yang terjadi.
Hal itulah yang menjadi dasar, mengapa mayoritas ulama fiqih melarang umat muslim untuk menggunakan kartu kredit. Pasalnya, di dalamnya terdapat indikasi praktik riba.
Sebagaimana diketahui bersama secara umum, bahwa dalam setiap transaksi kartu kredit setiap pemegang kartu diwajibkan untuk tunduk terhadap aturan yang telah disepakati bersama sebelumnya.
Adapun, di dalam aturan tersebut biasanya mengharuskan setiap pemegang kartu kredit untuk membayar sejumlah biaya. Baik diantaranya bunga (riba) maupun denda-denda lainnya ketika terlambat melakukan kewajiban pembayaran hutangnya.
Bahkan pada beberapa kasus, ketika pemegang kartu tidak sanggup memenuhi kewajiban pembayarannya, maka harus tersandung sejumlah denda yang nantinya akan dibebankan. Hal inilah yang dinamakan sebagai praktik riba dalam hukum Islam.
Sebagaimana yang dituliskan oleh Ustadz Kholid Syamhudi, bahwa denda yang semacam itu masuk dalam kategori riba yang sangat jelas dan tidak pantas untuk diperdebatkan lagi.
Ustadz Kholid menambahkan, sebetulnya kartu kredit tidak dilarang dan tetap sah untuk digunakan. Namun, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan agar penggunaan kartu kredit dibolehkan, antara lain:
- Dalam penggunaannya, pengguna tidak dibebani dengan persyaratan dan unsur ribawi, seperti bunga pinjaman, denda keterlambatan dan lain sebagainya.
- Cukup dengan membebani pengguna dengan biaya administrasi yang nantinya diambil saat kartu tersebut keluar.
- Mengambil keuntungan atas penggunaan kartu kredit dari pedagang yang telah memberikan potongan sesuai prosentase yang disepakati bersama.
Baca juga: Pahami Untung Rugi Terlebih Dahulu Sebelum Pakai Kartu Kredit Syariah
Cermat Memahami Perspektif Kartu Kredit Dalam Hukum Islam
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan kartu sebagai alat ganti pembayaran dalam Islam sebetulnya sah-sah saja dilakukan. Asalkan dalam penggunaannya bebas dari segala jenis unsur ribawi, seperti bunga pinjaman hingga denda keterlambatan. Cukup dengan mengenakan biaya administrasi saja tanpa ada tambahan lainnya yang memberatkan.