Mulai dari Pengertian, Tujuan, dan Cara Hitung, Ini Penjelasan Seputar Pajak Karbon di Indonesia
Dalam menjalankan bisnisnya, ada banyak proses dan aktivitas yang perlu dilakukan oleh sebuah perusahaan. Salah satunya adalah industri bisnis yang banyak mengeluarkan emisi karbon. Karena mampu memberi pengaruh terhadap kondisi iklim, khususnya terkait pemanasan global, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan aturan pajak karbon.
Jenis pajak tersebut diperkenalkan sebagai upaya mengendalikan perubahan iklim serta meminimalkan risiko pemanasan global. Tidak hanya di Indonesia, pajak karbon pada dasarnya telah lebih dulu berlaku di sejumlah negara dari berbagai belahan dunia manapun. Ketentuannya pun sedikit banyak memiliki perbedaan.
Lantas, seperti aturan pajak karbon di Indonesia yang telah berlaku sejak 01 April 2022 lalu pada sektor PLTU batubara tersebut? Selain itu, apa tujuan pajak karbon, prinsip penerapan, manfaat, hingga cara perhitungan tarifnya yang penting untuk diketahui? Tanpa panjang lebar lagi, simak penjelasan seputar pajak karbon di Indonesia berikut ini.
Baca Juga: Termasuk Sebagai Objek Pajak, Ini Pengertian, Dasar Hukum, Hingga Tarif Pajak Koperasi
Tentang Kebijakan Pajak Karbon di Indonesia
Pajak karbon adalah jenis pajak yang dikenakan terhadap penggunaan dari bahan bakar fosil. Misalnya, bensin, gas, avtur, dan sebagainya. Secara sederhana, pajak karbon adalah kontribusi yang dikenakan pada siapa pun yang memakai jenis bahan bakar fosil tersebut.
Melansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak, jenis pajak ini berlaku dengan tujuan menekan emisi dari karbon dioksida serta gas rumah kaca. Secara tidak langsung, hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memerangi perubahan iklim dan pemanasan global. Selain itu, efisiensi penggunaan energi di sektor bisnis oleh perusahaan atau konsumen juga bisa ditingkatkan melalui pengenaan pajak ini.
Pajak karbon sendiri telah lebih dulu diberlakukan oleh pemerintah sejumlah negara maju. Beberapa contohnya adalah Jepang, Singapura, dan juga Inggris. Tak hanya mampu menekan emisi karbon, pemberlakuan pajak ini juga mampu mendorong terciptanya perkembangan pada pasar karbon, investasi dan inovasi di bidang teknologi rendah karbon, ramah lingkungan, dan lebih efisien.
Pemungutan pajak karbon ini bisa berupa pemungutan pajak dari negara yang telah ada sebelumnya. Beberapa contoh di antaranya adalah pajak karbon pada pajak kendaraan bermotor, PPnBM, dan Pajak Bahan Bakar, ataupun pungutan lainnya yang bakal diterapkan oleh pemerintah, seperti pengenaan dari pajak karbon.
Tujuan Pajak Karbon
Terkait pemberlakuan atau pemungutan pajak karbon sendiri dilakukan dengan beragam tujuan tertentu. Berikut adalah tujuan pemungutan pajak karbon.
- Mengubah perilaku pelaku ekonomi atau industri untuk beralih menjalankan kegiatan ekonomi yang lebih rendah karbon dan ramah lingkungan.
- Mendorong tercapainya target penurunan dari emisi GRK atau gas rumah kaca jangka panjang maupun jangka menengah.
- Mendukung perkembangan dari pasar karbon, dan investasi terhadap teknologi dengan efisiensi lebih tinggi, rendah karbon, serta ramah lingkungan.
Prinsip pada Penerapan Pajak Karbon
Pada penerapan dari pajak karbon sendiri terdapat beragam prinsip yang menjadi landasan dalam memberlakukan proses pemungutan ataupun pertimbangan ketentuannya. Prinsip penerapan dari pajak karbon adalah sebagai berikut.
- Adil: Mengacu dari prinsip ini artinya pembayaran pajak karbon dibebankan kepada pihak pencemar atau pelaku industri yang mengeluarkan emisi karbon, alias prinsip pencemar yang membayar.
- Terjangkau: Dalam menyusun ketentuan terkait pajak karbon, pemerintah juga tetap perlu memperhatikan aspek kepentingan masyarakat umum dan juga keterjangkauan biayanya.
- Bertahap: Prinsip ini menunjukkan pemberlakuan pajak karbon tetap memperhatikan kesiapan dari pelaku bisnis di sektor yang bersangkutan agar tak terlalu memberatkan.
Manfaat Pengenaan Pajak Karbon
Selain tujuan, pengenaan pajak karbon juga mampu memberikan banyak manfaat untuk negara yang memberlakukannya. Berikut adalah sederet manfaat dari pajak karbon.
- Mengurangi emisi GRK yang berasal dari industri sumber emisi.
- Mendapatkan pemasukan melalui pembebanan biaya pajak yang bisa digunakan untuk berbagai macam hal, seperti menambah anggaran negara, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, mendukung masyarakat dengan penghasilan rendah sebagai bentuk bantuan sosial, dan mendorong investasi inovasi teknologi rendah emisi serta ramah lingkungan.
Dasar Hukum Pajak Karbon
Pada implementasinya, pajak karbon memiliki 2 dasar hukum yang sudah ditetapkan. Dasar hukum yang melandasi pemungutan pajak karbon ini ada pada Undang-Undang 7/2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan, serta Peraturan Presiden 98/2021 mengenai Penyelenggaraan NEK.
Berikut adalah penjelasan dari pokok bahasan kedua dasar hukum pajak karbon tersebut.
Undang-Undang 7/2021 | Peraturan Presiden 98/2021 |
|
|
Baca Juga: Pajak Progresif – Pengertian, Tarif, Contoh, dan Cara Menghitungnya
Cara Hitung Tarif Pajak Karbon di Indonesia
Sebagai salah satu negara yang berkomitmen untuk menjadi bagian pada upaya mengatasi masalah pemanasan global atau global warming, pemerintah Indonesia telah memberlakukan yang namanya pajak karbon. Semangat untuk meminimalkan risiko perubahan iklim tersebut diberlakukan dengan ketentuan yang jelas, khususnya mengenai tarif pajak karbon di Indonesia.
Berdasarkan kerangka kebijakan fiskal dan makro, pemerintah Indonesia merencanakan pemungutan tarif pajak karbon paling rendah sejumlah 30 rupiah tiap kilogram CO2e. Tarif tersebut lebih rendah dari ketentuan pada RUU KUP yang telah dibuat sebelumnya.
Terkait perhitungannya, apabila disetarakan dengan satuan pajak karbon yang diterapkan sejumlah negara lain atau dengan satuan tiap ton, maka tarif pajak karbon di Indonesia adalah sebagai berikut.
Carbon Tax = 30 rupiah per kilogram CO2e
= (Tarif tiap kg x satuan berat)
= 30 rupiah x 1000 kg
= 30 ribu per ton carbon emission
Lalu, bagaimana perbandingan tarif pajak di Indonesia ini dengan negara lain? Untuk mengetahuinya, tarif pajak tersebut harus dikonversikan ke dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Berikut perhitungannya.
= Tarif pajak karbon / kurs USD (15 ribu)
= 30 ribu / 15 ribu
= 2 USD
Tarif tersebut mungkin terkesan relatif lebih rendah dibanding kebijakan tarif pajak karbon yang berlaku di negara lain. Sebagai contoh, Singapura memberlakukan tarif pajak ini sebesar 3,6 USD per ton, sementara di Jepang adalah sekitar 2,3 USD per ton.
Dengan nilai tersebut, tarif pajak tersebut setara dengan Kolombia dan Chile. Akan tetapi, nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan Argentina yang mana menerapkan tarif pajak karbon sebesar 5,54 USD.
Mekanisme Pemungutan Pajak Karbon
Pajak karbon terutang berlaku terhadap pembelian barang dengan kandungan karbon ataupun melakukan kegiatan yang menghasilkan emisi gas tersebut dengan jumlah serta periode tertentu. Berikut adalah contoh mekanisme pemungutan pajak karbon.
- Ketika melakukan pembelian barang dengan kandungan karbon.
- Di akhir periode dari tahun kalender saat melakukan kegiatan yang mengeluarkan emisi karbon dengan jumlah tertentu, maupun periode lainnya yang diatur sesuai peraturan pemerintah.
- Tarif pajak karbon ditentukan lebih tinggi atau setara dengan harga pada pasar karbon tiap kilogram CO2e ataupun satuan setara lainnya.
Diberlakukan Bertahap, Penerapan Pajak Karbon Masih Belum Menyeluruh
Itulah penjelasan tentang pajak karbon, tujuan, tarif, hingga mekanisme pemungutannya. Untuk saat ini, implementasi dari pajak ini hanya berlaku pada sektor PLTU batu bara dan secara bertahap diterapkan secara menyeluruh ke sektor lain. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan kesiapan setiap industri yang bersangkutan terhadap pembebanan pajak karbon.
Baca Juga: Daftar Saham Batubara di BEI, Cocok untuk Investasi Jangka Panjang