Perbedaan Bank Konvensional dan Syariah
Seiring perkembangan waktu dan kebutuhan masyarakat yang dinamis, bank tidak hanya dibedakan menjadi bank umum maupun bank perkreditan rakyat. Kini telah ada pula istilah bank syariah yang sudah banyak ditemukan. Tidak tanggung-tanggung, istilah bank syariah sangat populer dan dianggap sesuai dengan para nasabah muslim yang sangat memperhatikan syariat Islam.
Kedua bank baik bank umum atau konvesional dan bank syariah memiliki kebijakan, peraturan, kelebihan dan layanannya masing-masing yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan para nasabah, namun apa saja perbedaan antara bank konvesional dan bank syariah yang membuat keduanya sangat berbeda?
Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Banyak orang bertanya-tanya mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan bank syariah. Mendengar dari namanya, sebagian pihak ingin mengetahui secara rinci benar tidaknya bank ini menerapkan berbagai aturan syariat Islam atau tidak. Banyak juga orang yang pada akhirnya mulai mencari perbedaan bank konvesional dan bank syariah.
Mencari perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah tentu akan membuat nasabah lebih mudah mengerti mengenai sesuatu. Begitu pula dalam mengenal apa itu bank syariah. Dibandingkan dengan bank konvensional, sebenarnya ada 12 poin perbedaan konvensional dan bank syariah yang dapat dilihat dari kedua jenis bank ini.
Perbedaan |
Bank Konvesional |
Bank Syariah |
1. Fungsi dan Kegiatan Bank |
Berfungsi menyediakan jasa keuangan dan sebagai intermediasi. |
Selain menjadi intermediasi, jenis bank yang satu ini juga memiliki fungsi sebagai manajer investasi, investor sosial, dan tentu saja penyedia layanan keuangan. |
2. Prinsip Dasar |
Prinsip pertama: Bank konvensional berprinsip bebas nilai Prinsip kedua: Bank konvensional melihat uang sebagai komoditas. Artinya, uang dipandang sebagai barang yang dapat diperjual-belikan. Prinsip ketiga: Di bank konvensional, uang akan bertumbuh dengan adanya pemberian bunga yang didapat dari pengelolaan pihak bank. |
Prinsip pertama: Bank syariah menjunjung prinsip syariah Islam yang menyatakan tidak ada pembebasan nilai. Prinsip kedua: Bank syariah memandang uang sebagai alat tukar. Jadi, dalam bank syariah, uang tidak dapat diperjual-belikan, namun dapat ditukarkan kepada bentuk lain sesuai kebutuhan. Prinsip ketiga: Bank syariah menolak sistem bunga tersebut, Untuk menumbuhkan uang nasabahnya, bank ini menerapkan sistem bagi hasil. |
3. Sumber Likuiditas Jangka Pendek |
Likuiditas bank konvensional dari pasar uang bebas didapatkan dari emiten mana saja. |
Bank syariah hanya mengambil sumber dari pasar uang yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. |
4. Risiko Usaha |
Bank konvensional biasa, pihak bank tidak berurusan dengan risiko yang mungkin dihadapi nasabahnya. Pihak nasabah juga tidak perlu memikirkan risiko yang mungkin terjadi kepada bank tempatnya melakukan transaksi keuangan ataupun menyimpan dana. |
Bank syariah menerapkan poin “ringan sama dijinjing, berat sama dipikul” antara bank dan nasabah. Hal ini membuat semua hal yang terjadi ditanggung secara bersama-sama, baik berupa keuntungan maupun kerugian. |
5. Struktur Pengawas |
Struktur pengawas dijabat oleh dewan komisaris. |
Struktur pengawas yang lebih kompleks, mulai dari dewan komisaris, dewan pengawas syariah, hingga dewan syariah nasional. |
6. Sistem Operasional |
Memberlakukan penerapan suku bunga dan perjanjian secara umum berdasarkan aturan nasional. Akad antara bank dan nasabah bank banyak dilakukan berdasarkan kesepakatan jumlah suku bunga. |
Tidak menerapkan bunga dalam transaksinya. Menurut syariat Islam, bunga masuk dalam kategori riba. Sehingga sistem operasional bank syariah menggunakan akad bagi hasil atau nisbah. Kesepakatan antara nasabah dan pihak bank berdasarkan pembagian keuntungan dan melibatkan kegiatan jual beli. |
7. Hubungan antara Nasabah – Lembaga Perbankan |
Hubungan antara nasabah dan lembaga perbankan yaitu debitur dan kreditur. Nasabah bank konvensional berperan sebagai kreditur, sementara perbankan berperan sebagai debitur. |
Hubungan antara nasabah dan bank terbagi menjadi 4 jenis, meliputi: · Penjual-pembeli, · Kemitraan, · Sewa dan · Penyewa. Dalam penggunaan akad murabahah, istishna, dan salam, pihak bank berperan sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Sementara akad musyarakah dan mudharabah memperlakukan hubungan kemitraan. Akad ijarah memposisikan bank sebagai pemberi sewa dan nasabah sebagai penyewa. |
8. Kesepakatan Formal |
Melakukan perjanjian secara hukum nasional. |
Melakukan akad dengan memperhatikan hukum Islam juga. |
9. Proses Pengelolaan Dana |
Pengelolaan dana dapat dilakukan dalam seluruh lini bisnis menguntungkan di bawah naungan Undang-Undang. |
Uang nasabah dalam bank syariah harus dipergunakan sesuai aturan Islam. Bank syariah harus mengelola dana nasabah pada lini bisnis yang diizinkan oleh aturan Islam. |
10. Sistem Bunga |
Bank umum menggunakan suku bunga sebagai acuan dasar dan keuntungan. |
Bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, tetapi imbal hasil atau nisbah. Bagi hasil diperoleh dari pembagian keuntungan antara bank dan nasabah. |
11. Pembagian Keuntungan |
Mendapatkan keuntungan dari suku bunga yang dibebankan pada nasabah. |
Keuntungan bank diperoleh dari hasil jual beli, sewa-menyewa, dan kemitraan dengan nasabah. |
12. Pengelolaan Denda |
Terlambat melakukan pembayaran dalam bank konvensional, terdapat denda yang dibebankan kepada nasabah. Bahkan besaran bunga bisa semakin meningkat, bila nasabah tidak membayar hingga batas waktu ditetapkan. |
Tidak memiliki aturan beban denda bagi nasabah saat terlambat atau tidak bisa membayar. Sebagai gantinya, bank akan melakukan perundingan dan kesepakatan bersama. |
Baca Juga: Sejarah dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Karakteristik Bank Syariah
Pada poin-poin yang telah disebutkan perbedaan mendasar yang terdapat antara bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional memang sudah banyak dipahami oleh banyak orang mengenai sistem kerjanya dan karakteristiknya. Begitu pula bank syariah yang juga memiliki cirinya tersendiri.
Berikut beberapa karakteristik khas dari bank syariah yang mesti diketahui untuk memahami apa itu bank syariah yang sebenarnya.
1. Sistem Bagi Hasil
Pembeda paling jelas antara bank konvensional dengan bank syariah dapat dilihat dari sistem pertumbuhan dana simpanannya. Sistem bagi hasil menjadi ciri khas paten yang dimiliki oleh bank syariah. Ini berbeda dengan sistem bunga yang diberlakukan oleh bank-bank konvensional.
Sistem bagi hasil terjadi ketika pemilik modal bekerja sama dengan pengusaha. Dari kegiatan kerja sama tersebut, didapatkan untung yang nantinya kedua belak pihak akan membagi dua keuntungan tersebut sesuai kesepakatan. Namun jika kegiatan usahanya menimbulkan kerugian, pemilik modal dan pengusaha juga harus sama-sama menanggungnya.
Kesepakatan rasio bagi hasil dari kedua pihak tidak akan pernah berubah sampai kesepakatan baru yang dibuat dengan kesadaran bersama.
Banyak orang melihat sistem ini lebih mengakomodasi keadilan dan transparansi sebab jika diterapkan sistem bunga, pengusaha dalam hal ini adalah pihak bank bebas dapat saja menaikkan atau menurunkan angka persen bunga sesuai keadaan bunga patokan maupun kondisi ekonomi.
2. Akad Transaksi
Yang dimaksud dengan akad dalam bank syariah adalah keputusan atau perjanjian yang telah dijadikan komitmen berdasarkan nilai-nilai syariah. Secara fikih atau sumber hukum Islam, akad dapat diartikan sebagai tekad dari pihak tertentu untuk menjalankan ketentuan yang muncul, baik dari satu pihak maupun dari kedua pihak.
Dalam bank syariah, akad transaksi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni akad transaksi yang mencari keuntungan dengan akad transaksi yang tidak mencari keuntungan. Akad-akad transaksi inilah yang menjadi produk pada bank syariah.
Akad transaksi atau yang mencari keuntungan terbagi menjadi dua produk, yakni pembiayaan dan pendanaan. Sementara itu, akad transaksi yang tidak mencari keuntungan terdiri atas tiga produk bank syariah, yaitu pendanaan, jasa pelayanan, dan kegiatan sosial.
3. Pola Produk
Jika bank konvensional menamai tiap produknya sesuai dengan akivitasnya, bank syariah menerapkan pola untuk membedakan antar kegiatan dari produk-produk yang diterbitkannya. Pola pada produk bank syariah juga bergantung dari akad transaksinya.
Secara umum, ada enam kegiatan yang biasa dipakai dan diatur bank syariah dalam tiap produk keuangannya. Berikut penjabaran tiap jenis polanya.
-
Pola Titipan
Pada pola ini dijunjung prinsip bahwa tiap barang ataupun aset nasabah adalah titipan yang mesti dikembalikan kepada pihak yang bersangkutan sesuai kesepakatannya . Ada dua dasar yang harus dipahami dalam pola titipan, yakni wadi'ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah.
Wadi’ah yad amanah menyatakan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau pun kerusakan yang terjadi pada aset selama di luar kelalaian penerima titipan. Contohnya jika ada kerusakan akibat bencana alam, maka pihak penerima titipan berhak melepaskan tanggung jawabnya terhadap kondisi barang ataupun aset titipannya. Contoh produknya serupa safe deposit box.
Sementara itu, wadi’ah yad dhamanah berarti penerima titipan dapat memanfaatkan barang ata pun aset dari pemberi titipan sesuai izin yang telah diberikan. Namun harus dipastikan, penerima dapat mengembalikan barang dan aset tersebut dalam kondisi utuh. Produk dengan pola seperti ini bisa dijumpai dalam bentuk giro. -
Pola Pinjaman
Pola pinjaman dalam bank syariah juga terbagi menjadi dua, yakni qardh dan qardhul hasan. Keduanya sama-sama ditujukan untuk produk pinjaman syariah.
Qardh merupakan pola pinjaman kebaikan yang bersifat lunak atau tanpa imbalan saat pengembaliannya. Melalui qardh, masyarakat cukup mengembalikan uang sesuai jumlah pinjaman pokok tanpa harus memikirkan bunga atau pun biaya yang mesti diberikan kepada pihak bank.
Pola yang satu lagi adalah qardhul hasan. Produk yang dihasilkan dari qardhul hasan ditujukan untuk membantu usaha kecil maupun aktivitas sosial. Dalam pemberian pinjaman, penerima bahkan tidak harus mengembalikan dana yang telah dipinjamnya tersebut. -
Pola Bagi Hasil
Ada tiga jenis pola bagi hasil yang biasa digunakan oleh bank-bank syariah. Pola tersebut dibagi menjadi mudharabah, musyarakath, serta mutanaqisah.
Di pola mudharabah, laba dibagi menurut rasio yang telah ditetapkan kepada bank yang memberi modal dan kepada nasabah yang memberikan keahlian. Pola ini pun mengandung dua tipe, yaitu mutlaqah yang merupakan kondisi pengelola dana diberikan keleluasaan, dan muqayyadah di mana nasabah dapat menentukan syarat dan batasan penggunaan kepada pengelola.
Pola lain dari bagi hasil adalah musyarakah. Dalam penerapannya, bank dan nasabah berperan sebagai mitra usaha yang memiliki kesepakatan rasio pembagian hasil dari tiap keuntungan atau pun kerugian yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu.
Sementara itu, pola bagi hasil mutanaqisah menunjukkan situasi kerja sama antara bank dan nasabah. Pada kerja sama tersebut, salah satu pihak dapat membeli bagian yang dimiliki pihak lain. -
Pola Jual Beli
Dalam jual beli, ada tiga pola yang diusung oleh bank syariah. Pertama adalah pola murabahah. Pola ini terjadi saat bank menyediakan barang atau pun aset yang diinginkan konsumen dengan imbalan yang telah disepakati. Di sini bank berperan sebagai perantara jual beli tersebut.
Kedua adalah pola salam. Pola ini layaknya pemesanan barang atau pun aset tertentu dari nasabah kepada pihak bank. Dalam pemesanan tersebut, pembayaran dilakukan pada awal transaksi, sedangkan barang baru akan diberikan di kemudian hari.
Ketiga adalah pola istishna. Pola ini hampir sama dengan salam. Hal yang membedakannya ada di sistem pembayarannya. Dengan pola istishna, nasabah dapat melakukan pembayaran di tengah atau pun akhir pemesanan. -
Pola Sewa
Menyangkut kegiatan atau pun produk sewa, ada dua pola yang digunakan oleh bank syariah. Pola pertama dikenal sebagai ijarah, sementara yang kedua disebut sebagai ijarah wa iqtina.
Ijarah merupakan kegiatan penyewaan di mana bank dapat menyewakan barang ataupun aset tertentu kepada nasabah dengan imbalan jasa sewa. Sementara itu, ijarah wa iqtina lebih mengarah pada pola sewa-beli dengan perjanjian untuk menjual atau pun menghibahkan barang atau pun aset tersebut pada akhir masa sewa.
Pola Lainnya
Kegiatan bank yang beragam membuat bank syariah ikut menentukan berbagai pola yang tidak termasuk dalam lima kegiatan di atas. Hingga kini, terdapat enam pola lain yang aturannya telah dipakai oleh bank syariah.
Kelima pola tersebut antara lain adalah pola perwalian yang sering disebut sebagai warkalah.
Di sini, bank diberikan kuasa oleh nasabah untuk melakukan transaksi keuangan yang mewakilinya, seperti pembayaran gaji maupun transfer. Penerima kuasa akan menerima imbalan dari nasabah setelah transaksinya berhasil. Selain perwalian, ada pola rahn yang menjadi produk pelimpahan kekuasaan dari nasabah, seperti dalam produk gadai.
Ada pula pola tentang pengalihan tanggung jawab yang dikenal sebagai kafalah. Selain itu, ada hiwalah yang menjadi pola dalam pengalihan utang maupun piutang. Selanjutnya ada pola sharf. Pola ini dipakai dalam jual-beli valuta asing. Yang terakhir adalah pola ujrah, di mana bank akan selalu mendapat imbalan dari transaksi yang dilakukannya.
Baca Juga: Membandingkan Produk Bank dengan Sistem Syariah dan Konvensional
Semua Bisa Menjadi Nasabah Bank Syariah
Pada dasarnya, kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Akan tetapi, mekaninisme dan sistemnya tentu tidak sama karena bank syariah mengedepankan nilai-nilai syariah Islam. Meskipun demikian, semua orang dapat menjadi nasabah bank syariah, tidak mesti umat yang beragama Islam.
Baca Juga: 4 Keunggulan Kartu Kredit Syariah yang Wajib Diketahui