Perhatikan 5 Hal Ini Sebelum Investasi Properti
Properti menjadi salah satu investasi menarik yang bisa kamu lirik. Meski butuh modal besar, namun sebanding dengan keuntungannya.
Bagaimana tidak? Harga properti selalu naik. Tak pernah turun. Setiap tahunnya, potensi kenaikan harga properti sekira 10-15 persen.
Sekalipun kamu butuh uang dan menjual rumah atau properti yang lain, tetap saja dibanderol dengan harga lebih mahal dibanding harga sewaktu kamu beli. Kelihatannya menjanjikan, tetapi investasi properti tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kamu harus siap dengan modal yang besar, mulai ratusan juta sampai miliaran rupiah. Jika sudah mantap investasi properti, kamu harus perhatikan hal-hal berikut ini agar tidak membuat kesalahan yang dapat merugikan:
Baca Juga: Selain Cash, Ini 4 Pilihan Pembayaran Beli Rumah yang Perlu Diketahui
1. Tahu properti apa yang dibutuhkan
Jenis properti macam-macam. Bukan hanya rumah, tetapi juga tanah, ruko, apartemen, kontrakan, vila, hotel, dan lainnya. Kamu harus tahu mana yang ingin dibeli sesuai kebutuhan.
Misalnya jika kamu sudah berencana menikah, sebaiknya pilih properti rumah tapak yang memiliki kapasitas lebih banyak ketimbang apartemen. Dengan harga Rp 250 juta, kamu sudah bisa membeli rumah tapak dengan luas tanah 30 meter persegi di kawasan pemukiman.
Sedangkan apartemen, kalaupun terbeli seharga itu, paling hanya tipe studio. Tetapi kalau kebutuhanmu ingin buka bisnis sembako atau toko baju, membeli ruko lebih pas. Kebanyakan ruko berada di lokasi strategis sehingga cocok untuk ladang usaha.
2. Perhitungkan harga dan biaya pembelian properti
Kamu juga harus memperhitungkan harga dan biaya yang timbul dalam pembelian properti. Dalam hal ini, mesti didukung kondisi keuangan yang baik. Sebab biaya-biaya tersebut tidak murah.
Untuk menghindari kesalahan estimasi, sebaiknya perhitungkan harga dan biaya properti yang ingin dibeli dalam satu atau dua tahun ke depan. Khawatir terjadi kenaikan, dan kamu sudah memperhitungkannya.
Misalnya ingin beli rumah seharga Rp 300 juta. Pengurusan balik nama sertifikat tanah dan PBB oleh notaris totalnya Rp 12 juta. Skenario lain, estimasi beli rumah dua tahun lagi, harganya sudah Rp 350 juta, biaya notaris, dan lainnya sebesar Rp 15 juta.
Kamu dapat menggunakan tabungan yang sudah dipersiapkan, menarik dana investasi, maupun mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).
3. Negosiasi dengan penjual
Banyak investor atau pembeli yang terlalu pasrah dengan harga properti yang ditetapkan pengembang. Dalam arti, berapapun harga yang dibanderol pengembang, diterima saja tanpa negosiasi. Padahal negosiasi hal wajar dalam jual beli.
Negosiasi tidak selalu harus diberi diskon, hadiah langsung, tetapi hal lainnya. Misalnya kamu beli rumah seken. Ternyata saat dicek, ada keran air yang rusak, cat tembok yang mengelupas, atau genteng bocor.
Ini bisa kamu negosiasikan dengan penjual. Kamu bersedia membayar lunas asalkan semua kerusakan tersebut diperbaiki terlebih dahulu. Tentunya biaya perbaikan ditanggung penjual.
Dengan begitu, kamu dapat menghemat uang dan langsung menempati rumah dengan nyaman tanpa diribeti lagi oleh masalah tersebut.
4. Survei langsung
Mau beli properti jenis apapun, sebaiknya survei langsung ke lokasi terlebih dahulu. Memastikan barang sesuai dengan yang ditawarkan.
Melihat model bangunan, kualitas bangunan, lingkungan sekitar, tetangga kanan kiri, depan belakang, keamanannya, dan lainnya. Jadi, jangan asal percaya saja atau hanya survei online, sebab gambar bisa menipu.
Melakukan survei memang akan menyita waktu dan tenagamu. Oleh karenanya, luangkan waktu sehari penuh untuk hal ini. Buat janji terlebih dahulu dengan pengembang atau penjual lewat telepon atau email. Lalu konfirmasi janji bertemu ini satu atau dua hari sebelum hari H.
5. Jangan terlalu saklek dengan bujet
Membeli sesuai kemampuan keuangan memang bagus. Tetapi jika properti yang sesuai bujetmu akan menyengsarakanmu di kemudian hari, apa masih akan dibeli?
Misalnya anggaran beli rumah sebesar Rp 200 juta. Harga segitu hanya ada pinggiran Jakarta, yang jaraknya cukup jauh tanpa akses transportasi umum, seperti kereta.
Sementara kamu bekerja di Jakarta. Bila memaksakan membeli rumah di daerah tersebut, kamu harus bolak balik Jakarta-rumah dengan motor setiap hari, apa tidak gempor?
Begitu sampai kantor sudah tidak fokus, karena terlalu lelah dan stres di jalan. Biaya bensin juga membengkak. Oleh sebab itu, kalau ada rumah tidak terlalu jauh dari kantor, punya fasilitas yang memadai, keamanan terjamin, atau tidak rawan banjir, sebaiknya beli meski harganya sedikit lebih mahal dari bujetmu.
Justru akan lebih bermanfaat, bisa ditinggali atau diinvestasikan. Daripada beli rumah sesuai bujet, tetapi berada di lokasi yang jauh, malah mubazir. Cuma jadi aset pasif.
Baca Juga: Mau Dapat Uang Meski Hanya di Rumah? Ini Caranya!