Tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Kenali Pengertian, Karakteristik, dan Keuntungannya Sebelum Membeli
Ketika berinvestasi atau menanam modal, kebanyakan orang tentu tidak asing dengan instrumen seperti saham, obligasi, ataupun reksa dana. Ketiga jenis instrumen investasi tersebut juga telah di inovasi agar bisa mengacu pada prinsip syariah terkait cara kerjanya agar lebih menarik di mata investor Indonesia. Tapi, apakah kamu pernah mendengar tentang instrumen investasi yang disebut sebagai Sertifikat Bank Indonesia Syariah atau SBI Syariah?
Sesuai Namanya, SBI adalah jenis produk surat berharga yang secara resmi diterbitkan oleh Bank Indonesia. Memiliki nama syariah di dalamnya, produk ini memiliki dasar prinsip syariah sehingga cocok dipilih oleh investor yang ingin terbebas dari riba atau hal lainnya yang bertentangan dengan prinsip syariah.
Tapi, apa sih yang sebenarnya dimaksud dengan SBI Syariah ini? Juga, bagaimana cara kerja atau mekanisme dari jenis surat berharga berbasis syariah ini, termasuk tujuan penerbitannya oleh Bank Indonesia? Tanpa panjang lebar lagi, jika kamu tertarik mempelajari tentang apa itu SBI Syariah dan beragam hal penting seputarnya, simak panduan berikut ini.
Pengertian SBI Syariah
SBIS atau Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah jenis surat berharga yang mengacu pada prinsip syariah. Produk investasi ini memiliki jangka waktu yang pendek dan diterbitkan dengan mata uang rupiah oleh pihak Bank Indonesia.
Dasar dari penerbitan SBI Syariah adalah peraturan BI atau Bank Indonesia No.10/11/RBI/Thn.2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia atau SBI Syariah. Pada peraturan resmi terbitan Bank Indonesia ini, SBIS merupakan surat berharga yang cara kerjanya didasarkan dengan prinsip syariah dan berjangka pendek yang dikeluarkan Bank Indonesia.
Tujuan SBI Syariah Diterbitkan
Penerbitan dari SBIS bertujuan untuk mendorong efektivitas dari pelaksanaan pengendalian ekonomi atau moneter dengan dasar prinsip syariah menggunakan operasi pasar terbuka. Melalui adanya surat berharga syariah ini diharapkan perusahaan perbankan syariah dapat memperoleh imbal hasil dari penempatan dana atau modal sama selayaknya yang didapat bank konvensional melalui SBI.
Mekanisme SBI Syariah
Mengacu dari penjelasan Bank Indonesia, sesuai penjelasan pada Peraturan BI, penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah dilakukan dengan proses lelang dan memakai kontrak akad Ju’alah. Yang dimaksud dengan akad Ju’alah adalah komitmen untuk memberi upah atau imbalan dengan jumlah tertentu terhadap hasil yang diperoleh pada sebuah pekerjaan.
Pada konteks SBIS, Bank Indonesia selaku pemberi pekerjaan bakal memberi imbalan pada pihak pembeli, yaitu perbankan Syariah maupun unit bisnis Syariah. Pemberian imbalan tersebut dilakukan berdasarkan penerbitan dari surat berharga. Imbalan ini juga akan dibayarkan saat SBIS telah mencapai masa jatuh temponya.
Perbankan syariah selaku penerima pekerjaan memiliki tugas untuk melaksanakan pekerjaan yang diberi oleh BI. Maksud dari pemberian pekerjaan tersebut adalah perbankan syariah membantu pihak BI untuk mengendalikan dan menjaga kondisi moneter dengan cara menyerap likuiditas dari publik atau masyarakat, serta menempatkan dananya pada Bank Indonesia dengan bentuk SBIS sesuai jumlah serta jangka waktu yang ditentukan.
Bank syariah yang ditunjuk diharuskan mampu meraih target penyerapan dana atau likuiditas yang diberikan oleh Bank Indonesia via operasi moneter. Pihak bank syariah jika mampu meraih target tersebut bakal memperoleh imbalan sesuai nominal yang telah dijanjikan Bank Indonesia.
Baca Juga: Saham Syariah, Keuntungan dan Risikonya
Karakteristik SBI Syariah
Selayaknya dengan SBI konvensional, SBI syariah juga mempunyai sejumlah karakteristik khusus. Berikut adalah karakteristik dari SBIS.
- Memiliki satuan unit sejumlah 1 juta rupiah
- Mempunyai jangka waktu paling singkat 1 bulan serta paling lambat 12 bulan alias 1 tahun
- Sertifikat Bank Indonesia dikeluarkan tanpa warkat
- Surat berharga ini bisa digunakan menjadi agunan di Bank Indonesia
- SBIS tak bisa diperdagangkan atau ditransaksikan pada pasar sekunder.
Pihak yang Berhak Membeli SBI Syariah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tak semua pihak bisa mendapatkan hak untuk membeli SBIS. Berdasarkan ketentuan dari Bank Indonesia, pihak yang bisa membeli surat berharga ini adalah perbankan usaha syariah serta unit bisnis syariah. Pembelian surat berharga ini dilakukan melalui proses lelang yang dilakukan oleh pihak Bank Indonesia.
Agar bisa mempunyai SBIS, kedua lembaga ini perlu memenuhi persyaratan FDR atau Financing to Deposit Ratios yang sudah ditetapkan Bank Indonesia. Terkait proses pembelian SBIS bisa secara langsung dilakukan oleh kedua lembaga yang telah disebutkan tersebut, maupun juga bisa melalui perusahaan broker atau pialang pasar uang valuta asing dan rupiah.
Ketentuan terkait SBI Syariah
Ketika terjadi pembelian SBIS dari BI oleh perbankan atau unit bisnis syariah, terdapat beberapa ketentuan yang wajib untuk ditaati oleh kedua pihak. Ketentuan ini berlaku selama kurun kepemilikan dari surat berharga ini.
Dana yang diberikan oleh perbankan Syariah dan dititipkan pada rekening khusus SBIS selama kurun waktu yang sudah disepakati tak boleh digunakan oleh Bank Indonesia. Di sisi lain, pihak yang menitipkan dana juga tak boleh mengajukan penarikan dana sebelum masa jatuh temponya tiba.
Tapi, jika perbankan syariah ingin melangsungkan proses likuiditas maupun membutuhkan dana, modal yang dititipkan di produk ini bisa ditarik menggunakan sistem repo. Apabila penarikan dana dilakukan sebelum masa jatuh tempo, pihak yang menitipkan dana akan dikenai dengan denda sebesar nominal yang sudah ditentukan.
Tidak hanya itu, pada fatwa yang diterbitkan MUI mengenai SBIS Ju’alah dituliskan pula terkait sumber yang bisa dititipkan pada Bank Indonesia. Jenis dana yang dititipkan perbankan syariah pada BI melalui SBIS wajib merupakan kelebihan likuiditas yang dimiliki perbankan tersebut dan belum bisa disalurkan pada sektor riil.
Hal yang Bisa Membatalkan Pembelian SBI Syariah
Terkait transaksi penjualan dan pembelian SBIS, pihak Bank Indonesia mempunyai hak untuk melakukan pembatalan. Langkah pembatalan ini bisa dilakukan apabila terjadi beberapa hal berikut ini.
- Terdapat kekurangan dana di rekening giro dari pihak yang menitipkan dana atau perbankan usaha syariah maupun unit bisnis syariah, yang membuat transaksi pembelian surat berharga syariah ini tak dapat diselesaikan.
- Pihak yang menitipkan dana tak mempunyai saldo rekening yang cukup dari surat berharga agar bisa menyelesaikan transaksi pembelian SBIS.
Jika terjadi pembatalan terkait transaksi pembelian dari SBIS, baik karena salah satu atau kedua alasan di atas, pihak yang menitipkan dana bakal dikenai dengan sanksi. Sanksi yang diberikan ini bisa berbentuk teguran tertulis, maupun kewajiban untuk membayarkan 1 per 1000 nilai transaksi pembelian yang dinyatakan telah dibatalkan, maupun paling besar sejumlah 1 miliar rupiah untuk tiap transaksi.
Baca Juga: Pilihan Investasi Syariah untuk Persiapan Biaya Haji dan Umrah
Terkait Repo SBIS
Jika dibutuhkan, surat berharga SBIS bisa diajukan repo oleh pemiliknya. Meski begitu, ada beberapa ketentuan terkait repo SBIS ini yang penting untuk diketahui. Berikut adalah penjelasannya.
- SBIS bisa direpokan pada Bank Indonesia
- Repo SBIS dilakukan dengan dasar prinsip qard yang mengikuti dengan rahn.
- Perbankan usaha syariah atau unit usaha syariah lebih dulu diwajibkan untuk menandatangani kesepakatan penggunaan surat berharga tersebut sebagai rangka untuk mengajukan repo SBIS.
- Terdapat pengenaan biaya pada proses repo SBIS.
Beda SBI Syariah dengan SWBI
Saat surat berharga SBIS diterbitkan dan ditawarkan oleh Bank Indonesia, di Indonesia telah ada lebih dulu surat berharga syariah yang disebut sebagai SWBI atau Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia. Walaupun keduanya merupakan instrumen investasi berbasis syariah besutan Bank Indonesia, tapi SBIS dengan SWBI memiliki beberapa perbedaan yang tidak sulit untuk dicermati.
Salah satu perbedaan antara keduanya adalah terkait sistem penerbitan. Pada SBIS, pembeliannya bisa dilakukan via sistem lelang. Sementara untuk SWBI memakai sistem titipan atau wadiah.
Selain itu, perbedaan antara SBIS dengan SWBI adalah pada nilai imbalan yang diperoleh. Jika membandingkan keduanya, nilai imbal hasil dari SBIS secara umum lebih tinggi ketimbang SWBI. Meski begitu, keduanya sama-sama memiliki potensi untuk menjadi instrumen investasi syariah yang bisa dipilih dan dibeli oleh para investor di dalam negeri.
SBIS adalah Inovasi agar Bank Syariah Bisa Menjangkau Sertifikat Bank Indonesia
Pada dasarnya, Sertifikat Bank Indonesia Syariah tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan SBI konvensional. Hanya saja, pada produk surat berharga tersebut telah disesuaikan cara kerjanya dengan prinsip syariah. Dengan begitu, perbankan syariah mampu menjangkau produk tersebut dan mendapatkan manfaatnya.
Baca Juga: Mengenal Investasi Surat Berharga agar Masa Depan Berjaya