Ukur Depresiasi Sebuah Aset dengan Beberapa Metode Ini
Mungkin, bagi Anda yang tidak bergulat di dunia ekonomi, pasti akan merasa asing dengan kata-kata yang satu ini. Depresiasi adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seorang akuntan dalam menghitung penyusutan sebuah aset tetap.
Bukan secara fisik, penyusutan yang disebutkan ini lebih mengarah kepada harga atau keuntungan yang didapat oleh perusahaan dari aset tersebut. Perhitungan ini biasanya dilakukan dalam masa atau periode tertentu.
Penyusutan atau Depresiasi, dihitung sebagai biaya yang harus diderita oleh pemilik aset. Semenjak aset pertama kali dibeli hingga beberapa tahun ke depan setelah digunakan.
Baca Juga: Mengenal Manfaat Ekuitas dan Praktiknya dalam Perkembangan Sebuah Bisnis
Tentang Depresiasi
Depresiasi
Mengetahui depresiasi sebuah aset yang dimiliki oleh perusahaan, berarti menghitung kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan pula. Semakin banyak penyusutan sebuah aset tetap, akan mengurangi nilai yang terkandung di dalamnya. Hal ini, membuat harga jual aset tetap tersebut akan semakin berkurang.
Jika sewaktu-waktu perusahaan tidak lagi membutuhkan aset tersebut dan memutuskan untuk menjualnya. Dari depresiasi ini lah, perusahaan tahu berapa untung yang akan didapat.
Beberapa aset tetap yang biasa dihitung depresiasinya, adalah aset tetap yang ikut serta dalam produksi sebuah perusahaan. Misalnya gedung pabrik, alat kerja, mesin-mesin produksi, hingga mobil dan kendaraan lain yang digunakan sebagai transportasi.
Aset yang sudah menurun nilainya, akan mempengaruhi laba bersih. Sebab, depresiasi sebuah aset tersebut, akan dihitung sebagai beban biaya alias pengeluaran di sebuah laporan keuangan.
Perlu diketahui, penghitungan hanya dilakukan kepada aktiva tetap yang berwujud saja. Depresiasi tidak akan bisa dilakukan penghitungannya, jika aset tersebut tidak berwujud.
Beberapa aktiva tetap, tidak berwujud yang tidak bisa dihitung depresiasinya ada bermacam-macam. Beberapa di antaranya adalah, lisensi, merek dagang, sistem keamanan, franchise, hak cipta, dan lain-lain.
Aktiva ini memang masuk ke dalam aktiva tetap karena merupakan aset yang bersinggungan dengan aktivitas produksi sebuah perusahaan. Namun, aktiva tetap ini tidak bisa dihitung penyusutannya karena tidak memiliki wujud nyata.
Faktor Penyusutan Sebuah Aktiva Tetap Berwujud
Sebelum menentukan depresiasi sebuah aktiva tetap, ada berbagai macam hal yang perlu diperhatikan oleh seorang akuntan. Salah satunya, faktor yang memengaruhi penyusutan, seperti:
-
Dana Perolehan (Acquisition Cost)
Dana Perolehan, alias acquisition cost merupakan faktor paling utama yang harus diketahui seorang akuntan. Sebelum kemudian menentukan berapa biaya yang dialokasikan untuk depresiasi sebuah aktiva tetap.
Untuk mengetahui faktor yang satu ini, akuntan hanya perlu mengetahui harga asli atau berapa uang yang dihabiskan untuk membeli aset tersebut.
Adapun, beberapa biaya tambahan yang juga harus masuk ke pertimbangan dan dimasukkan ke acquisition cost. Seperti, biaya transportasi yang harus dibayar dari toko ke lokasi saat ini serta biaya pemasangan untuk pertama kalinya. Jika didapat dari luar negeri, maka harus diperhitungkan juga bea cukai yang dihabiskan untuk membawa masuk aset tersebut.
-
Estimasi Umur Ekonomis
Setelah mendapatkan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aktiva tetap tersebut, ada hal lain yang juga harus diketahui oleh akuntan yaitu estimasi umur ekonomis sebuah aktiva tetap.
Ini diukur dari perkiraan, berapa lama sebuah aktiva tetap berwujud bisa melakukan produksi. Misalnya, dalam jangka waktu berapa lama, sebuah aktiva akan mengalami penurunan produksi.
Mengetahui estimasi umur ekonomis aktiva tetap, merupakan salah satu faktor penentu depresiasi. Sebab, penyusutan yang lebih kecil akan diberikan ke aset yang memiliki masa lebih lama. Sebaliknya, penyusutan lebih besar akan diberikan ke aset yang umur ekonomisnya pendek.
-
Nilai Residu
Seperti namanya, ini merupakan nilai sisa sebuah aktiva tetap yang sudah digunakan sekian lama. Ini didapat, ketika sebuah aktiva akhirnya diputuskan untuk dijual. Terutama, jika aset tersebut tidak lagi memberikan manfaat seperti sedia kala.
Nilai residu tidak akan ditemukan, jika perusahaan tetap memertahankan aktiva tetap tersebut. Apalagi jika perusahaan sudah menggunakannya sampai usang, dan tidak bisa digunakan lagi.
Sebaliknya, semakin pendek umur ekonomis yang terdapat di sebuah aset tetap maka semakin tinggi pula nilai residunya. Misalnya jika aset baru dibeli dalam beberapa bulan. Sedangkan perusahaan memutuskan untuk melakukan upgrade. Aset tersebut akan memiliki nilai residu yang cukup tinggi.
Baca Juga: Pentingnya Rekonsiliasi Bank dalam Menjaga Keterbukaan Finansial Perusahaan
Beberapa Metode Depresiasi
Jika faktor-faktor penyusutan nilai sudah didapat, akuntan harus memikirkan metode apa yang bisa digunakan untuk menghitung depresiasi aktiva tetap sebuah perusahaan. Beberapa metode yang bisa diterapkan adalah:
-
Garis Lurus (Straight-Line Method)
Ini merupakan metode yang paling sering digunakan oleh para akuntan. Dalam metode ini, depresiasi dihitung menggunakan waktu. Bukan dari fungsi kegunaan.
Artinya, semakin lama digunakan dan dimiliki, nilai sebuah aktiva akan terus berkurang. Sekalipun, aktiva tersebut telah memberikan fungsi yang cukup signifikan kepada perusahaan. Metode ini memiliki rumus sebagai berikut:
Biaya Penyusutan = (Biaya Perolehan Alat - Nilai Residu) : (Masa Manfaat Aset)
Sayangnya, banyak yang beranggapan metode ini tidak realistis. Sebab, penggunaan aset tetap cenderung sama setiap tahunnya.
-
Beban Menurun (Decreasing Charge Method)
Metode ini, merupakan sebuah metode menghitung penyusutan yang dipercepat. Sebab, biaya penyusutannya akan dikenakan lebih tinggi di awal tahun. Seiring berjalannya waktu, maka biaya penyusutannya pun akan semakin menyusut pula.
fokus utama dari metode ini adalah memberikan beban penyusutan yang lebih besar di awal tahun saja. Sebab, aktiva tetap akan selalu mengalami penurunan seiring berjalannya waktu akibat penggunaan.
-
Aktivitas
Berbanding terbalik dengan metode awal yakni metode garis lurus. Metode aktivitas ini mengukur depresiasi sebagai fungsi dari produktivitas. Dalam kata lain, metode ini melihat depresiasi tidak hanya dari menyusutnya nilai aktiva, tapi produktivitas yang dihasilkan.
Berikut ini merupakan rumus menghitung depresiasi berdasarkan aktivitas:
Depresiasi = [( Biaya Perolehan - Nilai residu) x Perkiraan Masa Manfaat]: Usia Produktif
-
Depresiasi Khusus
Tujuan dari depresiasi khusus adalah untuk mengetahui penyusutan manfaat sebuah aktiva. Dalam beberapa kasus, perusahaan tidak memiliki pilihan lain selain menghitung depresiasi menggunakan metode ini.
Ini terjadi karena aset atau aktiva tetap yang dihitung memiliki ciri-ciri yang unik. Maka penghitungan bisa dilakukan secara kelompok. Dengan cara mengelompokkan aktiva-aktiva tetap yang memiliki fungsi hampir sama (homogen).
Sedangkan metode kedua, dikenal sebagai penghitungan campuran. Metode penghitungan ini mengelompokkan aktiva tetap berdasarkan keinginan akuntan. Aktiva tidak perlu memiliki fungsi yang sama, yang penting memudahkan pekerjaan akuntan tersebut. -
Unit Produksi (Unit of Production of Method)
Nah, untuk metode yang satu ini lebih mengacu kepada massa sebuah aktiva tetap yakni, pada satuan waktu (jam) dan berat (kg). Berikut ini merupakan rumus untuk menghitung penyusutan berdasarkan Unit Produksi:
Depresiasi = Depresiasi per Unit x Pemakaian
Depresiasi = (Harga Perolehan - Nilai Sisa) x (Pemakaian : Estimasi Umur)
-
Saldo Menurun Ganda (Double Declining Method)
Berbeda dari metode-metode lainnya yang selalu menyertakan nilai residu suatu aktiva tetap. Metode kali ini justru tidak membutuhkan nilai residu suatu aktiva tetap. Rumus yang digunakan sama seperti metode garis lurus. Hanya saja tanpa nilai residu.
Hasil dari perhitungan awal tadi, kemudian dikalikan dua. Dari situ, didapatlah nilai penyusutan sebuah aktiva. Metode ini biasanya digunakan setiap awal periode dalam menentukan depresiasi.
Baca Juga: Pahami Sistem Informasi Akuntansi agar Mempermudah Kegiatan Akuntansi Anda