Panduan Lengkap Cara Mengurus Sertifikat Tanah dan Bangunan di Indonesia
Memiliki hak atas tanah dan bangunan adalah langkah penting, namun yang lebih penting adalah memiliki sertifikat sebagai bukti autentik kepemilikan. Berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah dan bangunan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui kantor pertanahan di masing-masing wilayah.
Biasanya, sertifikat dicetak dua rangkap, satu disimpan di kantor BPN sebagai buku tanah, dan satu lagi dipegang oleh pemilik sebagai tanda bukti kepemilikan. Buku tanah yang disimpan di BPN mencantumkan data detail mengenai tanah, termasuk data fisik dan yuridis seperti luas, batas-batas, dasar kepemilikan, dan data pemilik.
Dalam Surat Ukur yang terlampir di sertifikat, hanya luas tanah yang tercantum secara detail, sementara ukuran lainnya tidak dicantumkan. Data bangunan juga tidak dimuat dalam sertifikat; hanya ada keterangan jika di atas tanah tersebut terdapat bangunan.
Sertifikat tanah terdiri dari beberapa jenis, termasuk Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Sertifikat Hak Milik (SHM). SHM hanya diperuntukkan bagi warga negara Indonesia, sementara HGU dan HGB dapat dimiliki oleh warga asing namun dalam jangka waktu tertentu. Sertifikat tanah merupakan bukti sah kepemilikan yang diakui secara hukum dan berfungsi untuk menghindari sengketa tanah.
Nah, pada artikel ini akan dijelaskan syarat, biaya, serta cara mengurus sertifikat tanah. Informasi ini mungkin akan berguna bagi yang belum atau akan mengurus sertifikat tanah. Yuk, simak informasi lengkapnya!
Langkah-Langkah Cara Mengurus Sertifikat Tanah
Mengurus sertifikat tanah sebenarnya adalah proses yang mudah, namun cukup memakan waktu. Berikut adalah langkah-langkah yang diperlukan untuk membuat sertifikat tanah:
1. Menyiapkan Dokumen
Kamu harus menyiapkan dan melampirkan dokumen-dokumen yang menjadi syarat. Syarat ini perlu disesuaikan dengan asal hak tanah. Adapun syarat-syaratnya mencakup:
- Sertifikat Asli Hak Guna Bangunan (SHGB)
- Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
- Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK)
- SPPT PBB
- Surat pernyataan kepemilikan lahan
Untuk tanah yang berasal dari warisan atau turun-temurun (girik), bisa melampirkan:
- Akta jual beli tanah
- Fotokopi KTP dan KK
- Fotokopi girik yang dimiliki
- Dokumen dari kelurahan atau desa, seperti Surat Keterangan Tidak Sengketa, Surat Keterangan Riwayat Tanah, dan Surat Keterangan Tanah secara Sporadik
2. Mengunjungi Kantor BPN
Sesuaikan lokasi BPN sesuai dengan wilayah tanah berada. Di BPN, belilah formulir pendaftaran. Kamu akan mendapatkan map dengan warna biru dan kuning. Buatlah janji dengan petugas untuk mengukur tanah.
3. Penerbitan Sertifikat Tanah Hak Milik
Setelah pengukuran tanah selesai, kamu akan menerima data Surat Ukur Tanah. Serahkan data ini untuk melengkapi dokumen yang sudah ada. Selanjutnya, kamu hanya perlu bersabar menunggu surat keputusan dikeluarkan. Selama menunggu penerbitan sertifikat tanah, kamu akan dikenakan Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Proses penerbitan sertifikat ini biasanya memakan waktu sekitar enam bulan hingga satu tahun. Ada baiknya untuk secara berkala memeriksa status sertifikat dengan petugas BPN agar mengetahui kapan sertifikat tanah siap diambil.
Selain melalui BPN, kamu juga dapat membuat sertifikat tanah melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), namun biaya pengurusannya mungkin lebih mahal. Disarankan untuk mengurus sendiri proses ini dan menghindari menggunakan cara yang meragukan atau jasa calo.
Cara Mengurus Sertifikat Tanah Girik
Tanah warisan atau yang biasa dikenal dengan istilah tanah girik perlu dilindungi. Semua tanah yang belum bersertifikat, seperti tanah girik, perlu didaftarkan konversi haknya ke kantor pertanahan setempat. Hal tersebut diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 atau Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).
Mengurus di Kelurahan Setempat
Ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk melalui tahapan pengurusan sertifikat untuk tanah girik. Antara lain:
- Surat Keterangan Tidak Sengketa: Kamu perlu memastikan bahwa tanah yang diurus bukan merupakan tanah sengketa. Hal ini merujuk pada pemohon sebagai pemilik yang sah. Dalam surat keterangan tidak sengketa perlu mencantumkan tanda tangan saksi-saksi yang dapat dipercaya seperti pejabat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) setempat.
- Surat Keterangan Riwayat Tanah: Fungsinya untuk menerangkan secara tertulis riwayat penguasaan tanah awal mula pencatatan di kelurahan sampai dengan penguasaan sekarang ini.
- Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik: Mencantumkan tanggal perolehan atau penguasaan tanah.
Mengurus di Kantor Pertanahan
Setelah mengurus dokumen di kelurahan setempat, kamu dapat melanjutkan ke kantor pertanahan dengan langkah berikut:
- Ajukan Permohonan Sertifikat: Lampirkan dokumen yang diurus di kelurahan, dilengkapi dengan fotokopi KTP dan KK pemohon, fotokopi PBB tahun berjalan, dan dokumen lain yang disyaratkan oleh undang-undang.
- Pengukuran Lokasi: Pengukuran dilakukan oleh petugas dengan ditunjukkan batas-batas oleh pemohon atau kuasanya.
- Pengumuman Data Yuridis: Pengumuman dilakukan di kantor kelurahan dan BPN selama enam puluh hari untuk memastikan tidak ada keberatan dari pihak lain.
- Penerbitan SK Hak atas Tanah: Setelah jangka waktu pengumuman terpenuhi, dilanjutkan dengan penerbitan SK hak atas tanah.
- Pembayaran BPHTB: Dibayarkan sesuai dengan luas tanah yang dimohonkan.
Pengambilan Sertifikat: Sertifikat diambil di loket pengambilan setelah proses selesai.
Rincian Biaya Mengurus Sertifikat Tanah Terkini
Pengurusan sertifikat tanah diupayakan agar bisa lebih mudah dan cepat oleh pemerintah. Hal ini dilakukan dengan banyak cara, termasuk dengan menentukan regulasi biaya mengurus sertifikat tanah yang jelas dan tepat.
Regulasi terkait biaya mengurus sertifikat tanah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian ATR/BPN.
Berdasarkan peraturan tersebut, maka rincian biaya pengurusan sertifikat adalah seperti berikut ini:
1. Biaya Pendaftaran
Biaya pendaftaran ini akan dikenakan bagi masyarakat yang akan mendaftarkan tanah untuk pertama kalinya. Besaran biaya pendaftaran ini adalah Rp50.000,- per bidang tanah.
Biaya Pengukuran dan Pemetaan Batas Bidang Tanah
Pengukuran dan pemetaan batas tanah ini akan dilakukan oleh Petugas Kantor Pertanahan. Besaran biaya yang dikenakan untuk proses pengukuran serta pemetaan ini akan dihitung dengan rumus seperti berikut ini:
Tanah dengan luas mencapai 10 hektar
- TU = (Luas Tanah/500 x HSBKu) + Rp100.000,-
Tanah dengan luas lebih dari 10 hektar sampai dengan 1.000 hektar
- TU = (Luas Tanah/4.000 x HSBKu) + Rp14.000.000,-
Tanah dengan luas lebih dari 1.000 hektar
- TU = (Luas Tanah/10.000 x HSBKu) + Rp134.000.000,-
Keterangan:
- TU = Tarif Ukur
- HSBKu = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pengukuran untuk komponen belanja bahan dan honor terkait output kegiatan. Besaran biaya ini adalah Rp80.000,-
2. Biaya Pemeriksaan Tanah
Pemeriksaan tanah akan dilaksanakan oleh Panitia A untuk beberapa kategori permohonan, antara lain: permohonan pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara, Hak Pengelolaan, dan permohonan pengakuan hak atas tanah.
Biaya yang dikenakan untuk pemeriksaan ini dihitung dengan rumus berikut:
Tpa = (Luas Tanah/500 x HSBKpa) + Rp350.000,-
Ket:
- HSBKpa = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A, di mana hal ini mencakup komponen belanja bahan dan honor terkait output aktivitas sidang panitia pemeriksaan tanah, penerbitan keputusan hak, dan penerbitan sertifikat. Besaran biaya ini adalah Rp67.000,-
3. Biaya Transportasi, Akomodasi, dan Konsumsi
Ini merupakan komponen biaya yang dikenakan untuk transportasi, akomodasi, dan juga konsumsi petugas yang akan melakukan survei hingga pemeriksaan tanah.
Besaran biaya ini tidak ditentukan nominalnya dalam Peraturan pengurusan tanah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun pada umumnya, besaran biaya ini adalah sekitar Rp250.000,-
4. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Selain beberapa komponen biaya mengurus sertifikat tanah di atas yang dibayarkan di BPN, pemilik tanah juga akan dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Pemerintah telah mengatur nilai BPHTB ini pada Pasal 88 ayat 1 UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Berdasarkan aturan tersebut, maka tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari harga jual yang dikurangi dengan nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Nilai NPOPTKP sendiri akan berbeda pada masing-masing daerah. Namun berdasarkan Pasal 87 ayat (4) UU PDRD No. 28/2009, maka nilai NPOPTKP adalah minimal sebesar Rp60.000.000,- bagi setiap wajib pajak.
Khusus NPOPTKP untuk tanah yang diperoleh berdasarkan proses waris maupun hibah, maka nilai terendah yang ditetapkan adalah sebesar Rp300.000.000,-. Sedangkan tanah yang hanya memiliki harga jual di bawah Rp60.000.000,- tidak akan dikenakan BPHTB.
Terkait penerapannya, sejumlah wilayah di tanah air juga menetapkan pembebasan BPHTB ini dengan sejumlah aturan tertentu. Misalnya: Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang membebaskan BPHTB untuk tanah yang memiliki Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) hingga Rp2 miliar. Hal ini diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI jakarta No. 193/2016 yang disempurnakan kembali lewat Pergub No. 126/2017.
Simulasi Perhitungan Biaya Mengurus Sertifikat Tanah
Perhitungan biaya pengurusan sertifikat tanah bisa dilakukan dengan memasukkan seluruh komponen biaya terkait di atas.
Contoh:
Adrian berniat melakukan pendaftaran sebidang tanah miliknya yang berada di wilayah Jakarta dengan luas 600 meter persegi ke BPN. Berikut ini adalah perhitungan biaya pengurusannya:
- Biaya pendaftaran tanah untuk pertama kalinya: Rp50.000,-
- Biaya pengukuran dan pemetaan batas tanah: (600/500 x Rp80.000) + Rp100.000 = Rp196.000,-
- Biaya pemeriksaan tanah: (600/500 x Rp67.000) + Rp350.000 = Rp430.400,-
- Biaya transportasi, akomodasi, dan konsumsi = Rp 250.000,-
Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah biaya yang harus dibayarkan Adrian untuk pengurusan sertifikat tanahnya adalah sebesar Rp926.400,-
Lalu, bagaimana dengan perhitungan BPHTB tanah yang harus dibayarkan oleh Adrian? Jika diasumsikan NJOP tanah tersebut adalah sebesar Rp1.000.000,- per meter persegi dan NJOPTKP sebesar Rp60.000.000,- , maka perhitungannya adalah sebagai berikut ini:
- NPOP : 600 x Rp1.000.000,- = Rp600.000.000,-
- NJOPTKP : Rp60.000.000,-
- BPHTB : 5% x (Rp600.000.000,- - Rp60.000.000,-) = Rp27.000.000,-
Namun sebagaimana disebutkan di atas, bahwa tanah yang berada di wilayah Jakarta dengan nilai NPOP di bawah Rp 2 miliar akan dibebaskan dari kewajiban BPHTB, maka Adrian tidak perlu membayarkan BPHTB ini saat melakukan pengurusan sertifikat tanahnya tersebut.
Biaya yang harus dikeluarkan Adrian untuk mengurus sertifikat tanahnya adalah sebesar Rp926.400,-. Namun jika pendaftaran tanah ini dilakukan ke BPN melalui proses jual-beli, maka Adrian harus membayarkan sejumlah biaya tambahan, sesuai dengan ketentuan BPN.
Selain itu, Adrian juga akan harus membayarkan sejumlah biaya tambahan dalam pembuatan Akta Jual Beli (AJB) di Pejabat Pembuat Akta Tanah. Besaran biaya ini beragam, namun nilainya maksimal 1% dari nilai jual-beli tanah maupun rumah itu sendiri.
Biaya Mengurus Sertifikat Tanah Melalui PTSL
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengurus sertifikat tanah seringkali menjadi kendala bagi sebagian masyarakat yang ingin mendaftarkan tanah mereka. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah membuat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
PTSL merupakan program yang dibuat pemerintah untuk masyarakat kelas menengah ke bawah dengan tujuan mempermudah pengurusan sertifikat tanah mereka. Meski tidak sepenuhnya gratis, program ini hanya menerapkan sejumlah biaya yang terbilang ringan.
Berikut ini adalah komponen biaya yang diperlukan untuk menggunakan program PTSL:
- Biaya penyediaan surat tanah (khusus yang belum memiliki).
- Biaya pembuatan dan pemasangan tanda batas tanah.
- BPHTB (jika tanah memenuhi kriteria penerapannya)
- Biaya materai, fotokopi, letter c, saksi, dan yang lainnya.
Berbagai komponen di atas tidak akan menelan banyak biaya, mengingat sebagian biaya tersebut juga sudah ditanggung pihak pemerintah terkait, seperti biaya pendaftaran serta pengukuran tanah.
Pemerintah juga sudah mengatur batasan maksimal besaran biaya yang diterapkan dalam program PTSL, yakni:
Kategori | Besaran Biaya | Daerah |
Kategori I | Rp450.000 |
|
Kategori II | Rp350.000 |
|
Kategori III | Rp250.000 |
|
Kategori IV | Rp200.000 |
|
Kategori V | Rp.150.000 |
|
Tips Membeli Tanah yang Aman
Jika sudah mengetahui cara mengurus sertifikat, kini saatnya kamu untuk memilih dan membeli tanah. Berikut adalah langkah-langkah aman membeli tanah:
- Periksa kontur tanah dan lokasi tanah, apakah strategis atau tidak.
- Pastikan surat-surat lengkap, periksa keabsahan sertifikat tanah melalui Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) di kantor kelurahan setempat.
- Untuk memastikan keabsahan sertifikat tanah, gunakan jasa PPAT untuk memeriksanya ke BPN.
- Jika sertifikat tanah dinyatakan absah, buatlah AJB oleh PPAT.
- Serahkan berkas AJB ke BPN untuk mengurus balik nama sertifikat tanah yang dibeli.
- Lakukan pembayaran pajak melalui PPAT atau bayarkan sendiri ke kas masing-masing pemerintah daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda).
Investasi Tanah dengan Aman
Dengan mempelajari semua hal terkait sertifikat tanah, kamu akan lebih percaya diri untuk berinvestasi. Perbanyak pengalaman berinvestasi dengan praktik langsung dan belajar dari pengalaman. Jangan lupa untuk terus mencari informasi dari kolega atau berbagai media yang ada.
Sertifikat tanah adalah bukti sah kepemilikan yang diakui secara hukum dan berfungsi untuk menghindari sengketa tanah. Meski menjadi dokumen penting, masih banyak masyarakat yang belum mengurusnya. Padahal, cara mengurus sertifikat tanah cukup mudah jika telah melengkapi syarat yang dibutuhkan.
Dengan memahami cara mengurus sertifikat tanah dan pentingnya dokumen ini, kamu dapat melindungi aset dan menghindari masalah di kemudian hari.