Pahami Arti PPJB, PJB, dan AJB Agar Terhindar dari Penipuan

Saat melakukan transaksi jual beli tanah, bangunan, rumah, ruko, atau properti lain, kamu akan banyak mendengar istilah yang perlu kamu pahami, seperti Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), Pengikatan Jual Beli (PJB), Akta Jual Beli (AJB). Istilah-istilah tersebut berkaitan dengan cara peralihan hak atas tanah dan bangunan.

Untuk itu, kamu perlu memahami betul istilah-istilah tersebut agar transaksi yang ada berjalan dengan lancar. Agar bisa memahaminya, kamu perlu menekankan bahwa istilah tersebut memiliki perbedaan pada proses dan bentuk perbedaan hukumnya. Berikut ulasannya.

Baca juga: Taat Pajak, Simak Cara Lapor Pajak Sukuk di SPT Tahunan

1. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

PPJB

PPJB dibuat untuk melakukan pengikatan sementara sebelum pembuatan AJB resmi di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Secara umum, isi PPJB adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan kesepakatan. 

Umumnya, PPJB dibuat di bawah tangan karena suatu sebab tertentu, seperti pembayaran harga belum lunas. Di dalam PPJB memuat perjanjian-perjanjian, seperti besarnya harga, kapan waktu pelunasan, dan dibuatnya AJB.

Hal Penting Mengenai Perjanjian PPJB

  • Obyek Pengikatan Jual Beli
    Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) mencakup beberapa obyek yang harus ada. Obyek pengikatan jual-beli ada tiga. Tiga obyek itu meliputi luas bangunan beserta gambar arsitektur dan gambar spesifikasi teknis, lokasi tanah yang sesuai dengan pencantuman nomor kavling, dan luas tanah beserta perizinannya.
  • Kewajiban dan Jaminan Penjual
    Bagi penjual yang hendak menawarkan properti yang dijual pada pembeli maka wajib membangun dan menyerahkan unit rumah atau kavling sesuai dengan yang ditawarkan kepada pembeli. Dengan begitu, PPJB menjadi pegangan hukum untuk pembeli. Dalam pembuatan PPJB, pihak penjual bisa memasukkan klausul pernyataan dan jaminan bahwa tanah dan bangunan yang ditawarkan sedang tidak berada dalam jaminan utang pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Apabila ada pernyataan yang tidak benar dari penjual, calon pembeli dibebaskan dari tuntutan pihak manapun mengenai properti yang hendak dibelinya.
  • Kewajiban bagi Pembeli
    Kewajiban pembeli adalah membayar cicilan rumah atau kavling dan sanksi dari keterlambatan berupa denda. Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 1995 menjelaskan bahwa besar denda keterlambatan adalah 2/1000 dari jumlah angsuran per hari keterlambatan. Calon pembeli juga bisa kehilangan uang mukanya apabila pembelian secara sepihak.
  • Isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Sesuai Keputusan Pemerintah
    PPJB diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 1995. Perjanjian ini merupakan salah satu kekuatan hukum sekaligus jaminan hukum pada saat membeli rumah. Secara garis besar, PPJB berisikan 10 faktor penting, yaitu:

    Pihak yang melakukan kesepakatan
    Kewajiban bagi penjual
    - Uraian obyek pengikatan jual beli
    - Jaminan penjual
    - Waktu serah terima bangunan
    - Pemeliharaan bangunan
    - Penggunaan bangunan
    - Pengalihan hak
    - Pembatalan pengikatan
    - Penyelesaian Perselisihan

Fungsi PPJB

  • Pengikatan Awal: PPJB berfungsi sebagai pengikatan awal yang memberikan jaminan bahwa kedua belah pihak berkomitmen untuk melanjutkan transaksi jual beli setelah kondisi tertentu terpenuhi, seperti penyelesaian pembangunan, penerbitan sertifikat, atau pemenuhan persyaratan legal lainnya.
  • Detail Transaksi: Dalam PPJB, dicantumkan detail transaksi seperti harga properti, cara dan jadwal pembayaran, hak dan kewajiban kedua belah pihak, serta sanksi jika salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian.

Kekuatan Hukum Perjanjian PPJB

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan notaris merupakan akta otentik (vide: Pasal 1868 KUH Perdata). Dalam kaitannya dengan akta otentik tersebut, Pasal 1870 KUH Perdata telah memberikan penegasan bahwa akta yang dibuat dihadapan notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Adapun, kutipannya sebagai berikut,

Pasal 1870 KUH Perdata (Terjemahan R. Subekti)

“Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.”

Sebagai informasi, PPJB adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh calon penjual dan calon pembeli suatu tanah/bangunan sebagai pengikatan awal sebelum para pihak membuat Akta Jual Beli (AJB) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Biasanya, PPJB akan dibuat para pihak karena adanya syarat-syarat atau keadaan-keadaan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu oleh Para Pihak sebelum melakukan AJB di hadapan PPAT. Dengan demikian, PPJB tidak dapat disamakan dengan AJB yang merupakan bukti pengalihan hak atas tanah/bangunan dari penjual kepada pembeli.

Dengan demikian, apabila ada pihak-pihak lain di luar pihak-pihak dalam PPJB, yang digugat dalam perkara tersebut, pihak yang menggugat harus dapat membuktikan adanya hubungan hukum antara penggugat dengan pihak-pihak di luar PPJB tersebut. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung melalui Putusan MA No. 4 K/Rup/1958 tertanggal 13 Desember 1958, yang memiliki kaidah hukum sebagai berikut:

“Untuk dapat menuntut seseorang di depan pengadilan adalah syarat mutlak bahwa harus ada perselisihan hukum antara kedua belah pihak yang berperkara.”

2. Pengikatan Jual Beli (PJB)

PJB adalah kesepakatan antara penjual untuk menjual properti miliknya kepada pembeli yang dibuat dengan akta notaris. PJB bisa dibuat karena alasan tertentu, seperti belum lunasnya pembayaran harga jual beli dan belum dibayarkannya pajak-pajak yang timbul karena jual beli.

PJB ada dua macam, yaitu PJB lunas dan PJB tidak lunas. PJB lunas dibuat apabila harga jual beli sudah dibayarkan lunas oleh pembeli kepada penjual tetapi belum bisa dilaksanakan AJB, karena antara lain pajak-pajak jual beli belum dibayarkan, sertifikat masih dalam pengurusan, dan lain-lain. Dalam pasal-pasal PJB tersebut, dicantumkan kapan AJB akan dilaksanakan dan persyaratannya.

Di dalam PJB lunas, dicantumkan kuasa dari penjual kepada pembeli untuk menandatangani AJB sehingga penandatanganan AJB tidak memerlukan kehadiran penjual. PJB lunas umum dilakukan untuk transaksi atas objek jual beli yang berada diluar wilayah kerja notaris atau PPAT yang bersangkutan. Berdasarkan PJB lunas, bisa dibuatkan AJB di hadapan PPAT di tempat lokasi objek berada.

PJB tidak lunas, dibuat apabila pembayaran harga jual beli belum lunas diterima oleh penjual. Di dalam pasal-pasal PJB tidak lunas sekurang-kurangnya dicantumkan jumlah uang muka yang dibayarkan pada saat penandatanganan akta PJB, cara atau termin pembayaran, kapan pelunasan dan sanksi-sanksi yang disepakati apabila salah satu pihak wanprestasi. PJB tidak lunas juga harus ditindaklanjuti dengan AJB pada saat pelunasan.

Fungsi PJB

  • Pengikatan yang Lebih Kuat: PJB mengikat kedua pihak dalam transaksi yang lebih konkret, mencakup semua detail teknis dan hukum yang diperlukan sebelum AJB bisa dibuat. Ini bisa termasuk pembayaran lunas, penyelesaian dokumen, dan pengurusan izin atau sertifikat yang dibutuhkan.
  • Jaminan Transaksi: Dengan adanya notaris, PJB memberikan jaminan yang lebih kuat bahwa transaksi akan dilanjutkan ke tahap AJB. Ini juga memastikan bahwa hak dan kewajiban kedua pihak telah dipenuhi.

3. Akta Jual Beli (AJB)

AJB adalah akta otentik yang dibuat oleh PPAT untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan. Pembuatan AJB sudah diatur sedemikian rupa melalui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) No. 08 Tahun 2012 Tentang Pendaftaran Tanah sehingga PPAT tinggal mengikuti format-format baku yang sudah disediakan. Pembuatan AJB dilakukan setelah seluruh pajak-pajak yang timbul karena jual beli sudah dibayarkan oleh para pihak sesuai dengan kewajibannya masing-masing.

Langkah selanjutnya adalah mengajukan pendaftaran peralihan hak ke kantor pertanahan setempat atau yang lazim dikenal dengan istilah balik nama. Dengan selesainya balik nama sertifikat, maka hak yang melekat pada tanah dan bangunan sudah berpindah dari penjual kepada pembeli.

Fungsi AJB

  • Legalitas dan Keabsahan: AJB merupakan satu-satunya dokumen yang diakui secara hukum sebagai bukti sah perpindahan kepemilikan. Setelah AJB ditandatangani, kepemilikan properti secara resmi berpindah tangan, dan pembeli memiliki hak penuh atas properti tersebut.
  • Dokumen Pendukung Sertifikat: AJB digunakan sebagai dasar untuk mengurus sertifikat kepemilikan yang baru atas nama pembeli di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat ini adalah bukti utama kepemilikan tanah atau properti.

Baca juga: Praktis dan Efisien, Ini Cara Bayar Pajak Menggunakan SSE Pajak

Pengetahuan untuk Menghindari Penipuan

Terbukti bahwa mempelajari dan memahami istilah yang berkaitan dengan transaksi jual beli tanah diperlukan bagi kamu yang ingin menjalaninya. Pastikan kemampuan kamu dalam memahami telah memadai. Hal ini berkaitan dengan keberhasilan dan kepuasan kamu pasca transaksi. Selain itu juga untuk menghindari penipuan dan kekecewaan di masa yang akan datang.

Baca juga: Definisi Tarif Pajak dan Jenis-Jenisnya yang Perlu Diketahui Wajib Pajak