Mengenal Stagflasi, Dampaknya, Rangkaian Isu Ekonomi yang Memicunya Hingga Bagaimana Cara Menyikapinya
Baru-baru ini, marak bermunculan sejumlah isu dunia ekonomi yang membuat masyarakat mengernyitkan dahi. Beberapa di antaranya ialah stagnasi ekonomi, inflasi, deflasi, resesi, reflasi, dan terutamanya stagflasi yang disebut membahayakan perekonomian global.
Sejumlah ancaman ini memang tengah mengintai dan menghantui perekonomian Indonesia serta kesejahteraan umum seluruh dunia. Negara-negara maju pun bahkan tidak kebal dan ikut tertimpa. Tak hanya terjadi di Indonesia, perekonomian internasional saat ini terlihat suram akibat isu-isu ekonomi yang melanda banyak negara di dunia.
Bagi yang masih awam dan belum familiar dengan istilah yang menggambarkan problem ekonomi tersebut, mari pahami dan telaah dulu apa saja pengertiannya, mengingat seluruh hal ini berkaitan satu sama lain dan saling memicu layaknya sebuah efek domino.
Sekilas Perihal Stagflasi dan Guncangan Rantai Peristiwa Ekonomi yang Menjadi Pemicunya
1. Stagflasi
Stagflasi ialah salah satu jenis inflasi yang disertai dengan stagnasi ekonomi dan pertumbuhan PDB yang lambat. Selain itu, angka pengangguran yang meningkat juga merupakan ciri lain dari fenomena stagflasi. Dengan kata lain, kondisi stagflasi ekonomi ini mengacu kepada sejumlah kombinasi ekonomi tertentu, dan bukan hanya satu.
Namun sebelum menggali lebih dalam soal stagflasi, penting untuk diketahui terlebih dahulu mengenai sejumlah problem ekonomi lainnya yang berhubungan erat, dan merupakan rantai peristiwa yang berkesinambungan dengan stagflasi.
Problem ekonomi ini mencakup stagnasi ekonomi, inflasi, deflasi, resesi dan reflasi. Berikut ulasan selengkapnya:
2. Stagnasi Ekonomi
Definisi sederhananya, stagnasi ekonomi atau kepegunan ekonomi terjadi sewaktu pertumbuhan ekonomi berjalan lambat dan statis—tidak untung, tidak juga merugi. Stagnasi ini kemudian kerap menjadi pemicu dari terjadinya inflasi dan berbagai masalah ekonomi lainnya.
3. Inflasi
Inflasi ialah keadaan ekonomi yang mengacu pada kenaikan harga jasa dan barang secara luas yang dibayar oleh konsumen berdasarkan Indeks Harga Konsumen atau CPI (Consumer Price Index).
CPI atau Indeks Harga konsumen ialah ukuran yang memeriksa rata-rata tertimbang harga sekeranjang barang dan jasa konsumen, seperti makanan, transportasi, dan perawatan medis.
Selain CPI, terdapat beberapa indikator ekonomi lainnya yang digunakan untuk menilai tingkat signifikansi dari inflasi. Di antaranya meliputi harga produsen, indeks konsumsi individu, harga impor barang, biaya unit buruh, hingga indeks biaya buruh.
Inflasi yang melonjak kemudian memicu penurunan prakiraan ekonomi global akibat harga tinggi yang memukul penjualan berbagai kebutuhan serta mengikis daya beli konsumen.
Perlu diketahui bahwa istilah ‘inflasi’ hanya digunakan untuk menggambarkan fenomena tunggal berupa kenaikan harga, dan tak ada kaitannya dengan fenomena lain seperti peningkatan pengangguran, pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) dsb.
4. Deflasi
Beralih ke deflasi. Dalam ilmu ekonomi, deflasi mengacu kepada suatu periode di mana harga-harga mengalami penurunan secara umum, namun nilai uang bertambah pada saat yang bersamaan.
Kondisi ekonomi yang mengalami deflasi ini terlihat dari gejala harga jasa dan barang menurun, gaji dan upah juga menurun dalam waktu yang terus menerus. Deflasi juga ditandai dengan jumlah uang yang beredar lebih kecil ketimbang jumlah jasa dan barang yang tersedia.
Apa saja dampak dari deflasi? Menurunnya pendapatan usaha dan bisnis ialah dampak yang paling signifikan terasa dari terjadinya deflasi. Selain itu, produksi barang pun jadi ikut menurun. Hal ini dikarenakan permintaan dan daya beli masyarakat juga menurun.
Dampak lainnya ialah beban utang makin berat akibat bunganya yang kian meningkat, serta berkurangnya minat investasi lantaran transaksi jual beli pun tengah menurun. Di samping itu, deflasi juga menyebabkan banyak pabrik yang terpaksa tutup.
Banyak juga individu dan perusahaan yang gagal bayar kredit, sedangkan jumlah pengangguran yang diakibatkan oleh pengurangan karyawan perusahaan kian bertambah. Sebagai informasi, deflasi telah bergolak di Indonesia sejak Februari 2022.
Baca Juga: Resesi Ekonomi: Ini Pengertian, Penyebab, Dampak, Ciri, dan Contoh Kejadiannya di Indonesia
5. Resesi
Adapun resesi adalah memburuknya kondisi ekonomi negara dan ini terlihat dari sejumlah gejala, seperti angka pengangguran meningkat, negatifnya Produk Domestik Bruto (PDB), serta pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Selain itu, harga barang dan jasa terus meningkat serta nilai tukar Rupiah kian melemah. Hal ini disebabkan dari paniknya investor sebagai imbas dari pergolakan resesi secara keseluruhan.
Resesi ekonomi ditandai dengan melemahnya daya beli masyarakat akibat kesulitan finansial. Guncangan ekonomi ini terjadi ketika aktivitas ekonomi mengalami penurunan signifikan dan stagnan dalam waktu lama—bisa berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Kondisi ini tak ayal menimbulkan dampak ketidaksejahteraan dalam kehidupan masyarakat.
Di tahun 2020 lalu, dunia serempak mengalami resesi akibat pandemi Covid-19. Hal ini terus berlanjut karena terjadi secara beruntun sehingga lapangan pekerjaan pun berkurang. Dampak lainnya ialah tak sedikit jumlah pegawai yang terus dirumahkan berbagai perusahaan.
6. Reflasi
Reflasi adalah gabungan dari istilah resesi dan inflasi. Sejumlah ahli ekonomi menyebutkan, reflasi terjadi jika resesi dan inflasi berada di tingkat yang tinggi.
Sementara itu, Perry Warjiyo selaku Gubernur BI (Bank Indonesia) mengungkapkan, ancaman reflasi dan stagflasi bagi Indonesia di tahun 2023 kini tengah mengintai. Dilansir dari berbagai media, Perry Warjiyo telah mengungkapkan hal ini dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Senin (21/11/2022) lalu.
Gubernur BI menyebutkan, turunnya pertumbuhan ekonomi global dan ada risiko resesi di sejumlah negara merupakan ciri pertama dari reflasi. Menurut perkiraan BI, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 akan melambat menjadi 4,37%, sedangkan pertumbuhan global hanya 2,6% hingga 2%.
Perry Warjiyo juga mengatakan, kemungkinan resesi Eropa dan Amerika akan semakin meningkat, “Tahun depan (2023) yang terburuk, karena ini memang berkaitan dengan geopolitik, fragmentasi politik, ekonomi dan investasi, pertumbuhan melambat,” demikian ujarnya.
Ulasan Lebih Dalam Mengenai Stagflasi
Seperti dibahas sebelumnya, rantai peristiwa masalah ekonomi yang berkesinambungan di atas menjadi pemicu terciptanya kondisi stagflasi. Sederhananya, stagflasi ialah keadaan ekonomi di mana angka pengangguran meningkat yang terjadi bersamaan dengan naiknya berbagai harga.
Ini berarti, kondisi ekonomi yang melemah serta stagnasi ekonomi merupakan salah satu faktor penyebabnya. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, inflasi alias kenaikan harga pun terjadi secara serempak dan sekaligus, pada saat yang bersamaan dengan stagflasi.
Biasanya, stagflasi juga dipicu oleh terjadinya peningkatan pasokan uang di pasar. Sementara itu, jumlah suplai atau pasokan barang-barang malah terbatas.
Kondisi stagflasi ini terbilang kontradiktif. Karena seharusnya, kondisi perekonomian yang lambat dan angka pengangguran yang meningkat tidak menyebabkan kenaikan harga.
Oleh sebab itu, stagflasi dinilai sebagai mimpi buruk dalam perekonomian negara. Beberapa pakar ekonomi bahkan menyebut stagflasi sebagai mimpi terburuk selain deflasi. Pasalnya, peningkatan angka pengangguran merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan daya beli masyarakat kian melemah.
Sehingga jika terjadi inflasi alias kenaikan harga karena suplai atau pasokan barang terbatas, kekacauan pun bisa semakin tak terkendali. Karena kondisi ini kemudian dapat mengakibatkan merosotnya nilai uang seiring dengan bergulirnya waktu.
Seperti efek domino, jika dibiarkan dan tak segera ditanggulangi, bisa-bisa uang pun akan kehilangan nilainya. Bahkan sebuah negara bisa melarat dan jatuh miskin, bahkan bisa mendadak dinyatakan bangkrut, seperti yang terjadi pada Sri Lanka.
Pandemi Covid-19 dan Konflik Rusia-Ukraina Mengambil Peranan Secara Tak Langsung
Guncangan pandemi Covid-19 yang melanda dunia membuat kondisi ekonomi global menjadi tidak stabil. Keadaan ekonomi makin diperburuk dengan pecahnya perang antara Ukraina dan Rusia yang berdampak besar pada kesejahteraan umum dan keamanan keuangan internasional.
Bergolaknya dua problem tersebut menimbulkan dampak yang kian terasa nyata, tak terkecuali di Republik Indonesia. Stagflasi muncul di tengah ancaman resesi ekonomi global tahun 2023.
Stagflasi ialah suatu kondisi ekonomi yang pertumbuhannya melemah serta terjadinya angka pengangguran yang tinggi. Menurut Investopedia, kondisi stagflasi disertai dengan adanya inflasi atau kenaikan harga-harga barang dan kebutuhan pokok lainnya.
Selain itu, stagflasi juga didefinisikan sebagai keadaan dalam suatu periode inflasi yang terjadi sekaligus dengan penurunan PDB (Produk Domestik Bruto) suatu negara.
Stagflasi Bisa Sebabkan Meningkatnya Misery Index
Istilah stagflasi pertama digunakan oleh Macleod, seorang politikus Inggris di tahun 1960-an. Saat itu, kondisi ekonomi sedang mengalami tekanan besar. Politikus Macleod ketika itu menggambarkan Inggris tengah ditempa stagnasi dan inflasi ekonomi.
Sementara itu, istilah stagnasi ekonomi kemudian digunakan lagi saat periode resesi yang terjadi di tahun 1970-an. Kala itu, krisis bahan bakar menimpa Amerika Serikat. Kondisi tersebut diperparah dengan pertumbuhan PDB yang tidak bagus selama lima kuartal berturut-turut.
Inflasi pun terus meningkat dua kali lipat hingga tahun 1974. Di lain pihak, tingkat pengangguran di Amerika Serikat waktu itu mencapai hingga 9% pada Mei 1975. Belum lagi soal keterlibatan AS dalam perang Vietnam juga memperunyam situasi (harga minyak naik empat kali lipat).
Alhasil, seluruh gejolak problematika itu menyebabkan terjadinya rantai peristiwa stagflasi. Pasar saham pun anjlok dan kenaikan harga barang serta jasa menjadi semakin tak terkendali. Tentunya, seluruh umat manusia tak ada yang ingin mimpi buruk stagflasi ini kembali melanda dunia, termasuk di Indonesia.
Menurut Investopedia, stagflasi ditakuti lantaran biasanya kondisi ini dapat menyebabkan kenaikan misery index alias tingkat kesengsaraan manusia.
Indeks ini merupakan ukuran sederhana yang bersumber dari tingkat inflasi serta pengangguran. Misery index kerap digunakan untuk menunjukkan seberapa buruknya kondisi masyarakat sewaktu stagflasi melanda suatu perekonomian atau terjadi di sebuah negara.
Sebagai perbandingan, Myanmar saat ini tengah ditempa stagflasi yang disertai dengan kudeta militer dan permasalahan lainnya yang saling memicu buruknya perekonomian di negara tersebut.
Apa yang Bisa Masyarakat Indonesia Lakukan?
Dody Budi Waluyo selaku Deputi Gubernur BI (Bank Indonesia) dalam podcast Birama secara virtual, Jumat (02/12/2022) menyebutkan, saat ini kondisi ekonomi global tengah memasuki fase stagflasi.
Mengutip halaman Kompas, “Kondisi global sudah mau meninggalkan reflasi dan menuju stagflasi, lebih buruk, sebelum nanti masuk ke kondisi resesi. Itu yang dihadapi banyak negara di Eropa dan Amerika,” katanya.
Ia melanjutkan ekspor barang akan melambat akibat gejolak perekonomian global. Meski begitu, investasi dan konsumsi di Indonesia sudah mulai bangkit seiring dengan mobilitas masyarakat yang sama-sama berusaha untuk kembali normal dan sejahtera.
Dody menambahkan, angka inflasi saat ini mulai menurun sehingga daya beli masyarakat mulai membaik. Untuk itu, Dody mengharapkan agar seluruh lapisan masyarakat Indonesia tetap optimis sekaligus waspada. Cara yakni dengan terus bersinergi, berinovasi dan berkolaborasi untuk menjaga stabilitas ekonomi negara dan mengembalikan kesejahteraan Indonesia.
Baca Juga: Jauh di Bawah Negara Lain, Begini Cara Jitu Pemerintah Tekan Tingkat Inflasi di Indonesia