Wajib Dipahami Nasabah Asuransi, Ini Pengertian Prinsip Utmost Good Faith dan Penerapannya
Asuransi mulai banyak dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu produk keuangan yang wajib untuk dimiliki. Bukan tanpa alasan, asuransi mampu memberi proteksi pada kondisi keuangan dari risiko masalah yang mungkin terjadi di masa depan. Ragam asuransi pun cukup lengkap dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan maupun keinginan nasabah.
Meski begitu, sebelum memutuskan untuk mengajukan produk proteksi keuangan tersebut, kamu perlu memahami beragam prinsip asuransi. Salah satunya adalah prinsip utmost good faith yang secara umum menjelaskan tentang pentingnya menjalankan asas kejujuran pada proses pengajuan asuransi.
Tidak hanya oleh pihak perusahaan asuransi, prinsip ini juga harus dipahami oleh pihak calon nasabah asuransi agar mampu mengajukan kontrak perjanjian asuransi dengan lancar. Lalu, apa sih maksud dari prinsip utmost good faith ini dalam dunia asuransi dan penerapannya? Nah, jika kamu ingin tahu selengkapnya, simak penjelasan tentang apa itu utmost good faith, tujuannya dalam kontrak asuransi, hingga contoh penerapannya berikut ini.
Baca Juga: Pengertian Agen Asuransi, Tugas, Syarat Hingga Penghasilan
Tentang Utmost Good Faith Sebagai Prinsip Asuransi
Utmost Good Faith dalam Asuransi
Secara harfiah, utmost good faith bisa diartikan sebagai itikad baik dalam bahasa Indonesia. Bagi yang belum tahu, utmost good faith adalah satu dari 6 prinsip asuransi yang penting untuk dipahami oleh perusahaan asuransi dan para nasabahnya.
Terkait utmost good faith sendiri, prinsip ini berlandaskan asas kejujuran sempurna, alias uberrimae fidei. Sehingga, bisa dipahami jika prinsip ini merupakan itikad baik yang dilakukan dan wajib diterapkan oleh perusahaan asuransi sekaligus nasabahnya saat melakukan kontrak atau perjanjian asuransi.
Di Indonesia sendiri, prinsip ini diatur dan dijelaskan dengan dasar hukum yang jelas. Lebih tepatnya, utmost good faith adalah prinsip asuransi yang tercantum pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau KUHD pada Pasal 251. Pada Pasal 251 KUHD tersebut dijelaskan jika seluruh pemberitahuan yang tak benar atau keliru, maupun seluruh informasi yang disembunyikan dan diketahui pihak tertanggung, walaupun dilakukan dengan tujuan baik, bisa menghilangkan kewajiban memberi pertanggungan dari pihak perusahaan asuransi.
Dalam kata lain, mengacu pada dasar hukum tersebut, utmost good faith adalah prinsip asuransi yang mewajibkan semua objek yang terlibat, yaitu perusahaan asuransi dan nasabahnya, untuk menyampaikan semua informasi, keadaan, dan fakta dengan jujur tanpa ada satu hal pun yang disembunyikan terkait objek yang akan diasuransikan.
Prinsip ini berlaku pada kedua pihak yang menjalankan kontrak asuransi tersebut. Untuk perusahaan asuransi, pihaknya wajib menjelaskan informasi secara akurat terkait ketentuan kontrak asuransi dan segala poin yang tercantum pada polis asuransi. Sementara dari pihak nasabah, mereka harus menjelaskan tentang keadaan objek yang diasuransikan dengan jujur dan apa adanya.
Jika penerapan prinsip asuransi ini dilanggar, kondisi tersebut bisa membuat kontrak asuransi tidak berlaku dan dibatalkan. Oleh karena itu, pastikan untuk memahami dan menerapkan prinsip ini ketika hendak mengajukan asuransi, apa pun jenis produknya.
Alasan Utmost Good Faith Wajib Ada di Perjanjian Asuransi
Dari penjelasan di atas, kamu pasti sudah memahami tentang pentingnya memahami dan menerapkan utmost good faith pada produk asuransi. Tapi, untuk lebih jelasnya, apa alasan prinsip ini wajib ada pada perjanjian asuransi?
Sebelum membahasnya, kamu perlu memahami dulu tentang perjanjian asuransi. Mengacu pada KUHD Pasal 255 dan Pasal 257, pengertian perjanjian asuransi ialah suatu kesepakatan konsensual berkekuatan hukum. Oleh karena itu, jika ada pihak yang melanggar prinsip asuransi, termasuk utmost good faith, terdapat konsekuensi dari segi hukum.
Apabila nasabah tak mengungkapkan informasi secara jujur berlandaskan prinsip ini, artinya pertanggungan yang dijanjikan perusahaan asuransi dapat dibatalkan. Di sisi lain, pihak perusahaan asuransi juga mempunyai hak untuk tak mengabulkan pengajuan klaim serta tak memberikan uang pertanggungan jika terbukti ada pelanggaran dari pihak nasabah terkait hal ini.
Sebaliknya, jika nasabah menilai pihak perusahaan asuransi telah memberi informasi yang salah terkait penawaran produk asuransi, nasabah juga bisa mengajukan tuntutan atau gugatan hukum dengan berlandaskan penerapan prinsip ini. Ketika hal tersebut dilakukan, dampak yang akan ditanggung oleh perusahaan asuransi adalah reputasi yang memburuk dan hilangnya kepercayaan publik terhadap layanan yang ditawarkannya.
Dari penjelasan tersebut, dapat dimengerti jika penegakkan prinsip asuransi ini sangat penting untuk dilakukan. Tidak hanya oleh pihak nasabah, tapi juga perusahaan asuransi agar tak menelan konsekuensi yang dijamin oleh dasar hukum yang jelas. Selain itu, risiko dari mengabaikan prinsip asuransi utmost good faith adalah membuat kontrak asuransi batal dan lunturnya tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban serta hak dari setiap pihak yang terlibat.
Hal Penting Seputar Penerapan Prinsip Utmost Good Faith
Utmost good faith adalah prinsip yang dibuat dengan tujuan melindungi kepentingan seluruh pihak yang terlibat pada perjanjian asuransi. Hal ini berlaku pada pihak nasabah dan juga perusahaan asuransi. Karenanya, penting untuk setiap pihak tersebut agar mewujudkan penerapan prinsip ini.
Dari sisi nasabah, penerapan prinsip ini dimulai dari awal mengajukan asuransi dan mengisi formulir permohonannya. Pada formulir pengajuan asuransi biasanya nasabah harus menuliskan berbagai informasi dan menjawab pertanyaan dari perusahaan asuransi.
Semua informasi yang tercantum pada formulir pengajuan tersebut nantinya akan menjadi dasar pertimbangan perusahaan asuransi untuk menghitung dan menetapkan pertanggungan pada risiko dari pihak nasabah. Oleh sebab itu, calon nasabah asuransi wajib menjawab seluruh pertanyaan pada formulir pengajuan asuransi dengan jujur dan apa adanya.
Di lain pihak, perusahaan asuransi juga harus menjelaskan terkait ketentuan produk asuransi yang ditawarkannya dan setiap poin pada polis asuransi dengan benar tanpa ada hal yang ditutupi. Dengan begitu, pihak nasabah tidak merasa dirugikan ketika ternyata ada poin ketentuan pada polis asuransi yang tak sesuai dengan penjelasan atau hal yang dijanjikan pihak agen atau perusahaan asuransi pada proses penawaran.
Baca Juga: Cara Membaca Polis Asuransi yang Benar
Contoh Penerapan Utmost Good Faith
Penerapan Utmost Good Faith
Pada dasarnya, penerapan utmost good faith di semua jenis produk asuransi tidak jauh berbeda, yaitu pihak nasabah dan perusahaan asuransi harus memberikan informasi seputar perjanjian asuransi dengan jujur. Meski begitu, terkait hal-hal yang harus disampaikan biasanya memiliki sedikit perbedaan tergantung dari jenis produk asuransi yang diajukan.
Misalnya, pada pengajuan asuransi jiwa, calon nasabah harus mengisi SPAJ atau formulir pengajuan asuransi jiwa. Pada formulir tersebut terdapat beberapa pertanyaan, seperti informasi riwayat medis calon nasabah, termasuk pekerjaan serta besaran penghasilannya. Tentunya, seluruh informasi tersebut harus diisi dengan jujur oleh nasabah guna menerapkan prinsip ini.
Sementara itu, di sisi perusahaan asuransi, contoh penerapan utmost good faith adalah menjelaskan dengan baik dan lengkap seputar layanan asuransi yang ditawarkannya. Hal ini berlaku sejak penawaran produk asuransi pada nasabah yang dilakukan oleh pihak tenaga pemasar.
Sebagai contoh, jika menawarkan layanan asuransi jenis unit link, perusahaan asuransi harus menjelaskan terkait instrumen investasi yang dihubungkan dengan produk asuransi pada nasabah. Di samping itu, perusahaan asuransi juga wajib menjelaskan terkait risiko instrumen investasi yang dikaitkan pada produk asuransinya.
Agar penerapan prinsip asuransi ini bisa dilakukan dengan semestinya, tentu ada beberapa hal yang harus dipahami oleh perusahaan asuransi. Sebagai contoh, perusahaan asuransi harus menjamin jika para tenaga pemasar atau agen asuransinya memahami betul terkait produk asuransi yang ditawarkannya.
Caranya bisa dengan memberi pelatihan secara berkala dan sesuai. Dengan begitu, pihak pemasar dan agen asuransi mempunyai pengetahuan menyeluruh terkait produk asuransi yang ditawarkannya. Informasi yang disampaikannya pada calon nasabah pun menjadi lebih akurat dan mampu menerapkan prinsip asuransi utmost good faith ini dengan baik.
Jadikan Utmost Good Faith Sebagai Pegangan saat Ajukan Asuransi
Menjadi salah satu prinsip asuransi yang utama, sudah semestinya jika utmost good faith menjadi hal yang wajib dipahami dan diterapkan oleh nasabah serta perusahaan asuransi. Saat tak diterapkan pihak nasabah, prinsip ini bisa menghanguskan manfaat asuransi, dan memberikan risiko gugatan saat diabaikan perusahaan asuransi. Nah, setelah mengetahui penjelasan tentang utmost good faith hingga contoh penerapannya di atas, jangan sepelekan prinsip asuransi ini dan jadikan sebagai pegangan ketika mengajukan asuransi.
Baca Juga: Lindungi Properti dan Kendaraan, Yuk Cari Tahu Segala Hal Penting Seputar Asuransi Banjir