Jadikan Pertimbangan, Ini Perbedaan Saham Syariah dan Konvensional

Demi bisa meraih tujuan keuangan jangka panjang dengan optimal, saham selalu bisa dijadikan pilihan yang ideal saat berinvestasi. Tapi, tidak sedikit investor ragu menanam modal di instrumen tersebut karena saham erat kaitannya bunga atau riba yang tak sesuai dengan prinsip syariah. Untungnya, kini telah hadir produk saham syariah yang bisa menjadi jawaban bagi investor untuk berinvestasi sesuai hukum agama Islam. 

Antara saham syariah dengan saham konvensional, keduanya tentu memiliki beragam perbedaan yang penting untuk dipahami investor. Dengan begitu, mereka bisa lebih yakin untuk berinvestasi di produk tersebut dan memastikan jika aktivitas menanam modalnya sesuai prinsip syariah. 

Perbedaan Saham Syariah dan Konvensional

Nah, untuk memahami apa saja perbedaan saham syariah dan konvensional, simak penjelasan berikut ini.

1. Aspek Fundamental

Dilihat dari aspek fundamentalnya, terdapat 3 hal utama yang membedakan antara saham syariah dan konvensional. Ketiga hal tersebut adalah jenis bisnis, rasio keuangan, serta rasio jumlah pendapatan tak halal perusahaan. Ketiga aspek fundamental tersebut wajib dipahami investor saham syariah agar bisa memastikan kesesuaian layanannya dengan hukum agama Islam. 

2. Sektor Bisnis yang Dipilih

Karena menganut prinsip syariah, saham syariah mempunyai ruang lingkup perusahaan dan bisnis yang lebih terbatas. Jenis bisnis yang boleh dilibatkan pada saham syariah wajib terbebas dari unsur penipuan, pengadaan bunga atau riba, perjudian, distribusi barang haram, serta memperjualbelikan risiko. 

Di sisi lain, lingkup bisnis pada saham konvensional tidak ada batasan selama sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku. Oleh karena itu, saham syariah dicatat secara khusus oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK pada Daftar Efek Syariah atau DES dan terus diperbarui guna memastikan kesesuaian daftar perusahaannya dengan prinsip syariah. 

3. Rasio Utang terhadap Aset

Perbedaan saham syariah dan konvensional lainnya terletak di rasio utang terhadap aset perusahaan. Agar bisa tergolong sebagai saham syariah, kondisi keuangan perusahaan wajib memiliki rasio jumlah utang berbasis bunga pada aset perusahaan kurang dari 45 persen. Artinya, perusahaan penerbit saham syariah harus mempunyai aset dengan nilai lebih tinggi dibanding tanggungan utang berbasis bunganya. 

Jika melebihi rasio utang tersebut, saham tidak bisa disebut syariah. Melainkan, perusahaan dengan rasio utang lebih tinggi dibanding aset termasuk kategori saham konvensional atau saham biasa. 

4. Rasio Jumlah Pendapatan Non Halal

Membedakan saham syariah dan konvensional juga bisa dilakukan dengan melihat rasio jumlah pendapatan non halalnya. Pada saham syariah, jenis pendapatan non halal tidak boleh melampaui rasio 10 persen. Misalnya, dari total keseluruhan pendapatan perusahaan sebesar 1 miliar rupiah, lebih dari 900 juta rupiah di antaranya merupakan pendapatan halal dan sesuai prinsip syariah. 

Salah satu contoh pendapatan non halal yaitu bunga. Kriteria ini wajib dipenuhi oleh perusahaan penerbit saham agar termasuk sebagai kategori syariah, dan tidak berlaku pada saham konvensional. 

5. Orientasi Keuntungan

Jika dilihat sekilas, keuntungan investasi saham syariah dan konvensional pada dasarnya tidak jauh berbeda. Tapi, bagi investor yang jeli, keuntungan saham syariah mungkin lebih kecil atau tak lebih besar dibanding saham konvensional. 

Alasan di balik selisih hasil investasi tersebut adalah orientasi keuntungan saham syariah dan konvensional yang berbeda. Saham biasa memaksimalkan keuntungan investasi tanpa melihat unsur haram atau halalnya. Sementara saham syariah juga berfokus pada kesesuaian keuntungan investasi dengan prinsip syariah dan wajib bersifat halal sesuai aturan agama Islam.

6. Prinsip Bagi Hasil

Jika memilih investasi di produk saham syariah, kamu akan menemui sistem pembagian keuntungan dengan cara bagi hasil. Selain itu, pembagian keuntungan juga dilakukan melalui sistem jual beli atau sewa. Hal tersebut dilakukan agar tak ada unsur bunga sebagai imbal hasil investasi  yang diberikan pada investor saham syariah. 

Sementara untuk pembagian keuntungan saham konvensional, sistemnya tak berbentuk bagi hasil, sewa, atau jual beli selayaknya saham syariah. Melainkan, pembagian keuntungan memakai perangkat bunga yang tak sesuai dengan prinsip syariah. 

7. Hubungan dengan Nasabah

Perbedaan saham syariah dan konvensional selanjutnya berkaitan dengan jalinan hubungan antara perusahaan penerbit dengan nasabahnya. Pada saham syariah, hubungan perusahaan penerbit dengan nasabah bersifat sebagai mitra setara. Hal tersebut berarti baik perusahaan penerbit saham dan nasabah memiliki hak untuk mengajukan negosiasi demi meraih kesepakatan akad investasi di awal.

Hal ini tentu saja tak berlaku pada kontrak investasi saham konvensional. Pasalnya, perusahaan mempunyai posisi atau kedudukan lebih dominan dibanding investor selaku nasabahnya. Posisi lebih dominan tersebut berlaku, khususnya pada konteks menentukan ketetapan pada aktivitas transaksi investasi saham konvensional.

8. Lembaga Pengawas

Segala jenis efek yang berada di bursa, termasuk saham, pasti diatur serta diawasi OJK untuk memastikan kesesuaian cara kerjanya. Namun, untuk saham syariah, ada lembaga pengawas tambahan yang disebut Dewan Pengawas Syariah atau bisa juga disingkat DPS.

Sesuai namanya, Dewan Pengawas Syariah bertugas untuk mengawasi proses dan cara pengelolaan produk finansial berbasis syariah yang ada di Indonesia. Tugas DPS tersebut adalah memastikan jika aktivitas yang dilakukan saham syariah sesuai dengan prinsip syariah dan hukum Islam menyesuaikan panduan dari Dewan Syariah Nasional atau DSN. 

Di samping itu, terkait aktivitas investasi dan saham syariah, DSN memiliki wewenang untuk menerbitkan fatwa hukum Islam. Biasanya, usulan terkait pemberian fatwa aktivitas keuangan dan ekonomi berbasis syariah dilakukan oleh DPS untuk memberi nasihat, masukan, dan kritik terhadap layanan saham syariah yang diawasinya. 

Tentunya, peran Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional ini tak berlaku pada saham konvensional yang hanya tunduk kepada aturan OJK.  

9. Proses Transaksi

Perbedaan saham syariah dan konvensional yang terakhir berhubungan dengan proses transaksinya. Di saham konvensional, proses transaksi jual belinya bisa langsung dilakukan via broker oleh investor secara langsung. 

Sementara untuk saham berbasis syariah, proses jual belinya tak boleh dilakukan secara langsung. Alasannya agar aktivitas investasi di instrumen tersebut terhindar dari risiko manipulasi harga yang dilarang dalam agama Islam. Juga, transaksi saham syariah harus dijauhkan dari sistem bunga atau mengandung riba. 

Mengetahui hal tersebut, transaksi saham syariah memang lebih ketat dan perlu melalui proses khusus agar bisa dilakukan. Transaksinya pun tidak boleh dilakukan menggunakan metode marging trading, short selling, dan sebagainya. Jadi, pahami proses transaksi tersebut agar bisa membedakan antara saham halal dan non halal.   

Punya Banyak Perbedaan, Pilih Saham Syariah atau Konvensional sesuai Kebutuhan

Itulah penjelasan tentang perbedaan saham syariah dan konvensional. Dengan perbedaan yang cukup beragam dan signifikan antara keduanya, memilih saham syariah atau konvensional perlu disesuaikan dengan kebutuhan serta preferensi diri. Oleh karena itu, pastikan untuk memahami sederet perbandingannya di atas agar tak keliru menentukan pilihan berinvestasi di produk saham syariah atau konvensional demi kelancaran aktivitas menanam modal ke depannya.